Selasa 08 Jun 2021 14:47 WIB

Di Balik Dukungan Irlandia untuk Palestina

Palestina dan Irlandia dianggap bersama melawan kolonialisme dan penindasan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Politisi Irlandia Richard Boyd Barrett menggambarkan pendudukan Palestina dan pembentukan negara Israel sebagai
Foto: IRNA
Politisi Irlandia Richard Boyd Barrett menggambarkan pendudukan Palestina dan pembentukan negara Israel sebagai

IHRAM.CO.ID, DUBLIN – Irlandia dan Palestina memang memiliki hubungan baik dan sejarah pun mencatatnya. Meskipun jarak antara Dublin ke Yerusalem ribuan kilometer, dalam hubungan politik antara Palestina dan Irlandia sangat dekat. Kedua negara itu dianggap bersama melawan kolonialisme dan penindasan.

Parlemen Irlandia memberikan suara bulat pada pekan lalu yang mengutuk “aneksasi de facto” Israel atas tanah Palestina di wilayah pendudukan. Irlandia menjadi negara anggota Uni Eropa pertama yang melakukannya. Juru Bicara Urusan Luar Negeri untuk Oposisi Partai Sayap Kiri Sinn Fein, John Boyne mengajukan mosi terbaru. Dia mengatakan langkah itu merupakan konsekuensi langsung dari tindakan Israel dan ekspresi ikatan bersama antara penderitaan Irlandia dan Palestina.

Sinn Fein mendukung gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) dan mengusir duta besar Israel yang ditentang oleh partai Fianna Fail yang konservatifdan sayap kanan-tengah Fine Gael.

Parlemen Irlandia menarik perhatian internasional pada tahun 2018 ketika mengesahkan RUU Wilayah Pendudukan yang akan melarang semua barang dan jasa yang berasal dari pemukiman ilegal di Tepi Barat. Meskipun mendapat dukungan luas di seluruh partai politik dan masyarakat, itu dilawan selama negosiasi koalisi antara dua partai konservatif yang memerintah.

 

Bagi Seniman Teater, Amir Abualrob tujuan Palestina memiliki asal mendalam bagi masyarakat Irlandia. Dia datang ke Irlandia dari kota Jenin, Tepi Barat tiga tahun lalu.

“Ada pemahaman besar dan mendalam tentang apa artinya menjadi orang Palestina dan apa artinya hidup di bawah pendudukan dan penjajahan,” kata Abualrob. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 gambarannya sangat berbeda.

Kaum republik Irlandia menemukan tujuan yang sama dengan zionis dan mengakui satu sama lain sebagai sesama orang yang teraniaya. Sekembalinya dari Rusia dalam perjalanan untuk menyelidiki pogrom mematikan di Kishinev, Pemimpin Republik Irlandia Michael Davitt menyatakan pada tahun 1906 dia adalah orang yang yakin akan pemulihan zonisme.

Puluhan tahun kemudian, selama perjuangan mereka melawan kekuasaan Inggris di Mandat Palestina, paramiliter zionis dan kelompok bersenjata seperti Irgun dan Lehi mempelajari dengan cermat taktik gerilya yang digunakan selama perang kemerdekaan Irlandia.

Pemimpin Lehi, Yitzhak Shamir yang pernah menjadi perdana menteri Israel dipanggil Michael setelah pemimpin kemerdekaan Irlandia Michael Collins. Namun, simpati Irlandia memudar saat zionis menerima rencana Inggris tahun 1937 untuk membagi Palestina dan menciptakan negara Yahudi.

Di Liga Bangsa-Bangsa, Perdana Menteri Irlandia Eamonn De Valera mengecam keputusan itu sebagai tindakan yang kejam dan tidak adil. Profesor Rory Miller di Universitas Georgetown Qatar mengatakan pendapat politik Irlandia melihat evolusi sikapnya terhadap zionisme melalui Inggris.

“Jika zionis dan Inggris berada di sisi yang sama, maka Irlandia tidak dapat mendukung zionis,” kata Miller.

Meskipun masih ada dukungan besar untuk Israel saat perang 1967 tapi kesadaran Irlandia semakin berkembang tentang para pengungsi Palestina. Pekerjaan amal dan kelompok hak-hak sipil di Palestina mulai mengubah opini publik. “Aktivitas yang terorganisir dan dimobilisasi atas nama Palestina benar-benar relative lebih tinggi di Irlandia daripada di Inggris atau Jerman, atau di negara Uni Eropa,” ujar dia.

Tingkah laku Israel selama Perang Saudara Lebanon semakin buruk. Saat itu, 30 ribu tentara Irlandia bertugas sebagai penjaga perdamaian. Kematian sejumlah tentara Irlandia di tangan Israel adalah salah satu alasan Dublin tidak membuka kedutaan Israel hingga 1993.

Dilansir Aljazirah, Selasa (8/6), Irlandia adalah anggota pertama dari komunitas Eropa yang mengakui Organisasi Pembebasan Palestina pada tahun 1980 dan menjadi pendukung kuat untuk solusi dua negara. Bahkan, Irlandia pernah menjadi tuan rumah dan bertemu dengan Yasser Arafat pada beberapa kesempatan.

Para pemimpin politik Irlandia secara tajam mengkritik pemukiman Israel, pelanggaran hak asasi manusia, dan merusak proses perdamaian. Kritik mereka hanya berkembang ketika solusi dua negara tampaknya semakin hancur dan karena UE terlalu sibuk dengan masalah kebijakan luar negeri lainnya. Hasilnya adalah hubungan diplomatik yang sering retak dengan Israel.

Irlandia tidak mungkin berperan penting di panggung internasional tapi Boyne dari Sinn Fein percaya bahwa pemerintah Irlandia dapat menggunakan pengaruhnya di dalam UE dan PBB. Menempati posisi sebagai dewan keamanan, Irlandia meyakinkan negara-negara lain bahwa aneksasi adalah kenyataan dan Israel harus menghadapi konsekuensi karena melanggar hak-hak Palestina.

“Sudah waktunya bagi negara-negara di seluruh dunia untuk mengambil sikap menentang sistem apartheid yang dilakukan Israel,” ucap Boyne.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement