Ahad 13 Jun 2021 19:24 WIB

Akankah Pemerintahan Netanyahu akan Berakhir Sekarang?

Knesset Israel akan memilih pemerintahan baru mengakhiri pemerintahan Netanyahu.

Protes warga Israel di rumah mediaman Benjamin Netanyahu. (Ilustrasi)
Foto: Time of Israel;
Protes warga Israel di rumah mediaman Benjamin Netanyahu. (Ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, -- Kekuasaan 12 tahun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan berakhir pada hari Minggu ini ketika parlemen memberikan suara pada pemerintah baru. Ini akan menjaddi era yang dipercaya akan mengantarkan pemerintahan yang telah berjanji untuk menyembuhkan sebuah negara yang terpecah akibat kepergian pemimpin terlama di negara itu.

Netanyahu, 71 tahun, politisi Israel paling dominan di generasinya, gagal membentuk pemerintahan setelah pada pemilihan Israel di 23 Maret Israel. Ini adalah pemilu keempat dalam dua tahun.

Kabinet bar akan dilantik setelah mosi tidak percaya Knesset yang diperkirakan akan dimenangkan dan disusun oleh pemimpin oposisi tengah Yair Lapid dan ultra-nasionalis Naftali Bennett.

Bennett, seorang jutawan hi-tech hawkish, akan menjabat sebagai perdana menteri selama dua tahun sebelum Lapid, mantan pembawa acara TV populer, mengambil alih. Mereka akan memimpin pemerintahan yang terdiri dari partai-partai dari seluruh spektrum politik. Termasuk untuk pertama kalinya ada kekuatan politik yang mewakili 21 persen minoritas yang terdiri dari warga Palestina Israel.

Rencananya pemerintahan ini sebagian berencana untuk menghindari gerakan besar-besaran pada isu-isu internasional seperti kebijakan terhadap Palestina. Untuk sementara mereka fokus pada reformasi domestik.

Memang, dengan sedikit atau tidak adanya prospek kemajuan menuju penyelesaian konflik selama beberapa dekade dengan Israel, banyak orang Palestina menjadi tidak tergerak oleh perubahan pemerintahan, Mereka mengatakan Bennett kemungkinan akan mengejar agenda sayap kanan yang sama dengan Netanyahu. 

Parlemen Israel (Knesset) pada hari Ahad akan bersidang pada pukul 4 sore waktu setempat (13:00 GMT). Saat itu baik Bennett, Lapid dan Netanyahu siap untuk berbicara sebelum pemungutan suara.

Sampai jumpa Bibi?

Perayaan para penentang Netanyahu untuk menandai akhir eranya sudah dimulai sejak Sabtu malam di luar kediaman resminya di Yerusalem, Tempat ini juga menjadi ajang protes mingguan terhadap pemimpin sayap kanan selama setahun terakhir.

Di tempt itu terbentang spanduk hitam bertuliskan: “Sampai jumpa. -bye, Bibi, Bye-bye.'' Tak hanya itu para demonstran riuh bernyanyi, menabuh genderang, dan menari. “Bagi kami, ini adalah malam yang besar dan besok akan menjadi hari yang lebih besar. Saya hampir menangis. Kami berjuang dengan damai untuk ini (kepergian Netanyahu) dan sekarang harinya telah tiba,” kata pengunjuk rasa, Ofir Robinski.

“Kami merayakan tahun perang sipil,” kata Maya Arieli, seorang pengunjuk rasa dari Petach Tikva di Israel tengah. “Semua orang memberi tahu kami bahwa itu tidak akan berhasil. Tapi, besok pemerintah baru akhirnya akan berada di Israel, dan itu membuktikan bahwa perjuangan sipil berhasil.”

Netanyahu, yang menjalani masa jabatan pertamanya sebagai perdana menteri pada 1990-an, memenangkan empat periode pemilu secara berturut-turut dari 2009 dan seterusnya. Selama itu dia selalu menjadi wajah Israel  di kancah internasional disamping dia juga telah menjadi sosok lambang polarisasi, baik di luar negeri maupun di dalam negeri.

Para pendukungnya sering memanggil Netanyahu dengan panggilan sayang Bibi. Dan di samping begitu dicintai oleh pendukung garis kerasnya di sisi lain dia begitu dibenci oleh para kritikus. Ada kasus pengadilan korupsi yang sedang berlangsung, atas tuduhan itu dia membantahnya, alih-alih hanya memperdalam jurang perpecahan itu.

Lawan-lawan politiknya telah lama mencela apa yang mereka lihat sebagai retorika memecah belah oleh Netanyahu, beripa taktik politik licik dan penundukan kepentingan negara demi kelangsungan politiknya sendiri. Beberapa menjulukinya "Menteri Kejahatan" dan menuduhnya salah menangani krisis virus corona dan kejatuhan ekonominya.

Tetapi  bagi sebagian besar pemilih Netanyahu yang setia, kepergian “Raja Bibi” mungkin sulit diterima. Pendukungnya marah dengan apa yang mereka lihat dan sebut adanya orang yang membelakangi seorang pemimpin yang didedikasikan hidupnya untuk keamanan dan benteng melawan tekanan internasional untuk setiap langkah yang dapat mengarah pada pembentukan negara Palestina. Sikap ini terlihat ketika ia mempromosikan kesepakatan diplomatik dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.

Namun, tidak satu pun dari langkah itu, atau peran yang Natanyahu mainkan dalam mengamankan vaksin COVID-19 untuk kampanye inokulasi rekor negara itu, mampu memberi partai Likud Netanyahu cukup suara untuk mengamankannya untuk duduk kembali sebagai perdana menteri pada masa jabatan keenamnya.

Penipuan terbesar?

Keputusan Bennett untuk tidak mendukungnya, telah menarik kemarahan dari dalam kubu sayap kanan di Parlemen Israel. Ini karena dia dianggap melanggar janji kampanye dengan bergabung dengan Lapid.

Netanyahu telah menyebut koalisi itu sebagai calon "penipuan pemilihan terbesar dalam sejarah" Israel. Partai Likud-nya mengatakan tuduhan itu merujuk pada tindakan Bennett yang membentuk koalisi yang dianggap "tidak mencerminkan kehendak para pemilih".

Bennett pun membenarkan langkah itu dengan mengatakan akan ada pemilihan lain yang digelar jika tidak ada pemerintah baru yang bisa dibentuk. Jika terjadi, maka ini akan menjadi bencana bagi Israel. Baik dia dan Lapid kemudian mengatakan mereka hanya sekarang ingin menjembatani perpecahan politik dan menyatukan orang Israel di bawah pemerintahan yang akan bekerja keras untuk semua warganya.

Bila kabinet terbentuk, mereka dipastikan akan menghadapi tantangan diplomatik, keamanan, dan keuangan yang cukup besar. Ini misalnya soal Iran, gencatan senjata yang rapuh dengan kelompok-kelompok Palestina di Gaza, penyelidikan kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional, dan pemulihan ekonomi setelah pandemi virus corona.

Selain itu, koalisi partai-partai tambal sulam ini hanya menguasai mayoritas tipis di parlemen, 61 dari 120 kursi Knesset, dan masih harus terus bersaing dengan Netanyahu – yang pasti akan menjadi kepala oposisi yang agresif. Dan tidak ada yang mengesampingkan kemungkinan kembalinya Netanyahu lagi pada suatu waktu nanti.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement