REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV — Perdana Menteri Israel Naftali Bennett yang baru saja terpilih menjadi pemimpin pemerintahan baru menggantikan Benjamin Netanyahu mungkin tidak akan mengubah sikap terhadap Iran, secara khusus dalam hal kesepakatan nuklir. Ia diprediksi tidak mungkin melepaskan sikap permusuhan yang telah dilakukan pendahulunya.
Dilansir Hindustan Times, kesepakatan nuklir Iran telah lama menjadi hal yang dibahas oleh Israel. Di era Netanyahu, ia telah menyatakan kritik dengan perjanjian yang disepakati pada 2015.
Saat itu, Netanyahu mengatakan Israel tidak merasa kesepakatan yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (Joint Comprehensive Plan of Action) memberi keamanan dari potensi Iran mengembangkan senjata nuklir. Sebelum terpilih menjadi perdana menteri, Bennett juga menggemakan sentimen serupa dan berjanji menghentikan senjata nuklir.
Sejak lama Bennett memposisikan dirinya berada di sebelah ‘kanan’ Netanyahu, baru-baru ini ia bermitra dengan partai-partai sayap kiri dan tengah. Meski demikian, sikap mengenai kesepakatan nuklir Iran tidak mungkin jauh berbeda dari pendahulunya.
Selama ini, Israel berusaha meminimalisir ketidaksepakatan dengan Amerika Serikat (AS) mengenai kesepakatan nuklir Iran. Dalam tujuan ini, Bennett mungkin akan menggantikan Duta Besar Israel untuk AS, Gilad Ardan, merupakan sekutu lama Netanyahu.