IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Landasan hukum pelaksanaan ibadah haji terdapat di dalam Alquran dan Hadits. Salah satu ayat yang menjadi dalil pelaksanaan haji adalah surah Ali-Imron ayat 97 yang artinya.
"Mengerjakan haji adalah kewajibah manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah."
Dr KH Asep Zaenal Ausop mengatakan, ayat ini turun setelah 9 tahun Nabi Muhammad SAW berada dan menetap di Madinah atau satu tahun menjelang Nabi SAW wafat. Hal ini sangat masuk akal karena Haji merupakan rukun Islam yang terakhir.
"Sekaligus sebagai penyempurna amal ibadah yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim," kata KH Asep dalam bukunya Haji: Falsafah, Syariah dan Rihlah Meraih Haji Mabrur yang Cumlaude.
KH Asep mengatakan, ada tiga esensi yang terkandung dalam ayat tersebut. Pertama walilahi (dan bagi Allah) mengandung esensi bahwa berhaji harus dilaksanakan secara ikhlas dan semata-mata untuk memenuhi kewajiban kepada Allah SWT bukan karena motif-motif duniawi.
Kedua Al-Nas (atas manusia). Mengandung esensi bahwa kewajiban haji itu hanya untuk dan dibebankan kepada semua manusia Muslim. Dengan demikian, orang yang tidak mau melaksanakan ibadah haji dianggap telah melalaikan kewajiban besarnya yang harus dilaksanakan.
Ketiga, istitoah (mampu) mengandung esensi bahwa kewajiban berhaji hanya dibebankan kepada mereka yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, baik dari sisi kemampuan fisical maupun kemampuan finansial.
Selain ayat di atas, ayat lain yang menjadi landasan berhaji adalah surah al-baqarah ayat 196 yang artinya.
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah."
KH Asep mengatakan, ayat di atas menggunakan lafadz 'atimmu' artinya sempurnakanlah. Mengapa ayat menggunakan kata perintah 'atimmu' bukan 'if'alu' (kerjakanlah). Penggunaan kata ini jelas sekali menunjukkan bahwa perintah haji berbeda dengan perintah sholat, saum, dan zakat.
Perintah sholat menggunakan kalimat 'aqimis sholat' (dirikanlah salat) perintah puasa menggunakan kalimat 'kutiba alaikumus asiam' (telah diwajibkan atasmu saum), perintah zakat menggunakan kalimat 'wa atuz zakata' (keluarkan zakat), sedangkan perintah haji menggunakan kalimat 'wa atimmu al hajja' sempurnakanlah ibadah haji.
Ada apa dibalik penggunaan kata sempurnakanlah itu?
KH Asep mengatakan, penggunaan kalimat atimmu atau sempurnakanlah, memberi gambaran yang jelas kepada jamaah haji bahwa haji harus dilaksanakan secara maksimal dengan kata lain, setiap jamaah haji harus berusaha semaksimal mungkin untuk meraih kesempurnaan Haji. Dengan upaya yang maksimal, setiap jamaah haji akan mampu mencapai haji mabrur dengan nilai paling tinggi (judicium cumlaude) bukan sekedar asal sah.