Kamis 01 Jul 2021 19:44 WIB

Survei: Meski Krisis, Konsumi Rokok Si Miskin tak Turun

Pengeluaran rokok keluarga miskin setara dengan sepertiga pengeluaran makan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Survei: Meski Krisis, Konsumi Rokok Si Miskin tak Turun
Foto:

"Prevalensi perokok tertinggi adalah ayah atau suami mencapai 45,1 persen," kata Yusuf.

Profil keluarga miskin perokok dicirikan dengan pendidikan kepala keluarga yang rendah. Lebih dari 75 persen paling tinggi hanya menamatkan SMP, dengan profesi dominan adalah berdagang, buruh bangunan, buruh lepas, dan bekerja serabutan.

Secara ironis, sebanyak 17,9 persen dari kepala keluarga miskin dengan perokok, berstatus tidak bekerja. Menurut Yusuf, bagi keluarga miskin perokok, rokok telah menjadi kebutuhan dasar, setara dengan kebutuhan pangan.

Rokok adalah pengeluaran keluarga miskin yang prioritas dan signifikan, mencapai hingga Rp 400 ribu per bulan. Pengeluaran ini tidak tergeser bahkan ketika pandemi menerpa. Pengeluaran rokok keluarga miskin setara dengan sepertiga pengeluaran untuk makan sehari-hari dan 2,5 kali lebih besar dari tagihan listrik.

Kemampuan perokok miskin untuk terus merokok bahkan di masa pandemi banyak terdorong oleh harga rokok yang murah. Sehingga terjangkau oleh kelompok miskin dan distribusi penjualan yang masif nyaris tanpa batas dimana sebagian besar jalur distribusi rokok dilakukan melalui jalur ritel tradisional.

"Penjualan jalur ritel tradisional ini tidak hanya menjual rokok per bungkus, namun juga secara per batang, yang kian memudahkan perokok muda dan perokok termiskin sekali pun untuk tetap terus merokok," ujar Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement