IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Para ulama menetapkan makruh bagi jamaah haji yang tinggal di Makkah karena beberapa alasan. Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam bukunya Asrar Al-Hajj, ada tiga alasan yang mendasari ini.
Pertama, dikhawatirkan akan muncul kebosanan atau perasaan nyaman dengan Baitullah. Perasaan ini ditakutkan akan berdampak pada hilangnya bentuk penghormatan di rumah Allah. Oleh karena itu, Umar mendesak jamaah haji agar segera kembali pulang setelah menunaikan ibadah haji.
“Wahai penduduk Yaman, segera kembali ke Yaman! Wahai penduduk Syam segera kembali ke Syam! Wahai penduduk Irak segera kembali ke Irak!” Selain itu, Umar juga mencegah orang yang terlalu banyak bertawaf karena dia takut jamaah sudah merasa nyaman dengan Baitullah.
Alasan kedua, yaitu menyalahgunakan kerinduan Ka’bah. Allah menjadikan Baitullah tempat manusia untuk kembali lagi dan sebagai tempat yang aman.
Beberapa pihak ada yang mengatakan “Berada di suatu negeri dengan hati yang selalu merindukan Ka’bah lebih baik daripada berada dan menetap di Makkah tapi hatinya merindukan tempat lain.”
Sebagian ulama salaf mengatakan “Betapa banyak penduduk Khurasan yang hatinya lebih dekat dengan Ka’bah daripada orang yang sedang tawaf mengelilinginya.”
Terakhir, ditakutkan berbuat kesalahan dan dosa di Makkah. Sebab, perbuatan tersebut dilarang karena akan menimbulkan kemurkaan Allah karena sangat mulianya Makkah. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 25:
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِيْ جَعَلْنٰهُ لِلنَّاسِ سَوَاۤءً ۨالْعَاكِفُ فِيْهِ وَالْبَادِۗ وَمَنْ يُّرِدْ فِيْهِ بِاِلْحَادٍۢ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ ࣖ
“Sungguh, orang-orang kafir dan yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan dari Masjidilharam yang telah Kami jadikan terbuka untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.”