IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Fatwa pada Darul Iftaa Mesir, Syekh Dr Muhammad Wissam, mendapat pertanyaan tentang boleh-tidaknya berinvestasi pada obligasi yang dikeluarkan pemerintah dan non-pemerintah.
Bagaimana hukum berinvestasi pada kedua instrumen investasi tersebut? Apakah ada perbedaan di antara keduanya?
Syekh Dr Wissam menyampaikan, asal-usul obligasi pemerintah adalah sukuk atau sejenisnya. Seseorang membeli obligasi dan berinvestasi di dalamnya, di mana negara membuka bidang tersebut untuk memperkuat sektor investasinya sekaligus untuk menutup salah satu pintu ekonomi yang membutuhkan aliran dana dari obligasi.
Karena itu, menurut Syekh Wissam, berinvestasi pada obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah diperbolehkan secara syariat. Namun hal ini berbeda obligasi yang dikeluarkan oleh pihak atau lembaga non-pemerintah.
Syekh Wissam mengatakan, pihak non-pemerintah yang mengeluarkan obligasi harus memberi penjelasan yang rinci dan jelas mengenai asal-usul obligasinya pada masing-masing produk secara terpisah. "Sehingga menjadi jelas dan dapat dinilai secara syariat," katanya.
Syekh Wissam menyampaikan, detail dari obligasi perlu disampaikan secara rinci dan satu per satu serta secara terpisah agar menjadi jelas dan tergambar asal-usulnya dan kesesuaiannya terhadap syariat.
"Transaksi saham, obligasi pemerintah, dan sukuk syariah, itu semua sesuai dengan syariat dan dibolehkan menurut para ulama dan fuqaha," kata dia.
Adapun obligasi non-pemerintah, Syekh Wissam menganggapnya sebagai obligasi dengan bunga tetap di samping pokok hutangnya. "Obligasi non-pemerintah tidak sah menurut syariah karena memiliki potensi riba," tutur Syekh Wissam.