REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintahan Biden akan menambahkan lebih dari 10 perusahaan China ke daftar hitam ekonominya paling cepat Jumat (10/7). Mereka masuk daftar hitam karena adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan pengawasan teknologi tinggi di Xinjiang.
Seperti diansir Al Jazeera.com dengan mengutip dua sumber yang didapat kantor Reuters menyatakan bila tindakan Departemen Perdagangan AS mengikuti penambahan lima perusahaan lain dan entitas China lainnya ke daftar hitam atas tuduhan kerja paksa di wilayah barat jauh China.
China pun selama ini terus menolak tuduhan genosida dan kerja paksa di Xinjiang dan mengatakan kebijakannya diperlukan untuk membasmi separatis dan ekstremis agama, yang merencanakan serangan dan memicu ketegangan antara sebagian besar etnis Muslim Uighur dan Han, kelompok etnis terbesar di China.
Kedutaan China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar soal ini. Salah satu sumber mengatakan departemen perdangan AS berencana untuk menambahkan 14 perusahaan China ke Daftar Entitas untuk pelanggaran yang dilaporkan di Xinjiang. Identitas perusahaan yang ditambahkan itu tidak segera dapat diketahui.
Beberapa perusahaan dari negara lain juga akan ditambahkan ke daftar hitam departemen perdagangan AS pada hari Jumat. Gedung Putih menolak berkomentar, sementara Departemen Perdagangan tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pelecehan terhadap Uighur Penambahan itu adalah tembakan peringatan terbaru ketika Presiden Joe Biden menekan China atas apa yang dikatakan pemerintah memperburuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap penduduk Uighur di Xinjiang. Umumnya, perusahaan yang terdaftar sebagai entitas wajib mengajukan permohonan lisensi dari Departemen Perdagangan dan menghadapi pengawasan ketat ketika mereka meminta izin untuk menerima barang dari pemasok AS.
Bulan lalu, Departemen Perdagangan AS mengatakan pihaknya menambahkan lima entitas China “untuk menerima atau memanfaatkan kerja paksa dalam pelaksanaan kampanye penindasan Republik Rakyat China terhadap kelompok minoritas Muslim di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang”.
Departemen tersebut mengatakan tindakan pada bulan Juni menargetkan kemampuan lima entitas, termasuk perusahaan bahan panel surya yang berbasis di China Hoshine Silicon Industry, agar mengakses komoditas, perangkat lunak, dan teknologiserta tindakan terhadap kampanye penindasan China yang sedang berlangsung terhadap kelompok minoritas Muslim” di Xinjiang.
Dan ini bukan pertama kalinya pemerintah AS menargetkan perusahaan China yang terkait dengan tuduhan aktivitas pengawasan teknologi tinggi di Xinjiang. Pada 2019, pemerintahan Trump menambahkan beberapa perusahaan rintisan kecerdasan buatan top China ke daftar hitam ekonominya karena perlakuannya terhadap minoritas Muslim.
Departemen Perdagangan di bawah Trump menargetkan 20 biro keamanan publik China dan delapan perusahaan termasuk perusahaan pengawasan video Hikvision, serta para pemimpin dalam teknologi pengenalan wajah SenseTime Group dan Megvii Technology. Departemen Perdagangan mengatakan pada 2019 entitas tersebut terlibat dalam “pengawasan teknologi tinggi terhadap warga Uighur, Kazakh, dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya.”
Pakar PBB dan kelompok hak asasi memperkirakan lebih dari satu juta orang, kebanyakan dari mereka adalah warga Uighur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di Xinjiang.