Jumat 16 Jul 2021 02:05 WIB

Bela Uighur, Senat AS Sahkan UU Larangan Impor Produk China

Senat AS mengesahkan undang-undang untuk melarang impor produk dari wilayah Xinjiang

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Muslim Uighur dan Masjid Id Kah, Kashgar, Xianjiang, Cina.
Foto: farwestcina.com
Muslim Uighur dan Masjid Id Kah, Kashgar, Xianjiang, Cina.

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Senat Amerika Serikat (AS) mengesahkan undang-undang untuk melarang impor produk dari wilayah Xinjiang China pada Rabu (14/7). Hal ini sebagai upaya untuk menghukum Beijing yang telah melakukan genosida berkelanjutan terhadap Uighur dan kelompok Muslim lainnya.

RUU itu harus melewati Dewan Perwakilan Rakyat sebelum dapat dikirim ke Gedung Putih untuk ditandatangani Presiden Joe Biden menjadi undang-undang. Namun. Belum jelas kapan RUU tersebut akan ditandatangani.

Senator dari Partai Republik, Marco Rubio, yang memperkenalkan undang-undang itu meminta DPR untuk bertindak cepat.

"Kami tidak akan menutup mata terhadap kejahatan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang sedang berlangsung terhadap kemanusiaan, dan kami tidak akan membiarkan perusahaan mendapatkan keuntungan dari pelanggaran yang mengerikan itu," kata Rubio dalam sebuah pernyataan yang dikutip reuters.

Senator Partai Demokrat, Jeff Merkley juga menegaskan bahwa tidak ada perusahaan AS yang mengambil keuntungan dari pelanggaran tersebut.

"Tidak ada perusahaan Amerika yang mengambil keuntungan dari pelanggaran ini. Tidak ada konsumen Amerika yang secara tidak sengaja membeli produk dari tenaga kerja budak," kata Merkley.

Para politisi Partai Demokrat dan Republik berharap tindakan itu akan mendapatkan dukungan kuat di DPR. RUU itu akan melampaui langkah-langkah yang telah diambil untuk mengamankan rantai pasokan AS dalam menghadapi tuduhan pelanggaran HAM di China, termasuk larangan yang ada pada tomat, kapas, dan beberapa produk lainnya dari Xinjiang.

Aktivis HAM, peneliti, mantan penduduk dan beberapa anggota parlemen dan pejabat mengatakan, pihak berwenang Xinjiang telah memfasilitasi kerja paksa dengan menahan sekitar satu juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya sejak 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement