Pada waktu yang bersamaan, Syudja' juga mengabdi di lingkungan Keraton Yogyakarta. Akan tetapi, perannya sebagai abdi dalem tidak berlangsung lama. Sebab, ia merasa kurang cocok untuk menjalani tugas di istana raja.
Setelah itu, Syudja' semakin mencurahkan perhatian pada aktivitas dakwah yang digerakkan Kiai Dahlan. Pada 1912, Muhammadiyah berdiri. Sudja' menjadi salah seorang anggota angkatan pertama.
Sejak awal, ia memang tertarik pada gerakan pembaruan Islam yang diusung Muhammadiyah. Banyak pula teman dan saudara kandungnya di Kauman yang mengiringi langkahnya di organisasi. Sebut saja, Fakhruddin, Bagoes Hadikoesoemo, Zaini, Mukhtar, A Badawi, dan Raden. Hadjid. Para murid generasi awal Kiai Dahlan ini kemudian dikenal sebagai As-Sabiqunal awwalun, orang-orang yang sejak awal menjadi pendukung.
Haji Syudja' yang saat itu sudah aktif di organisasi, pada mulanya memang belum diberikan jabatan struktural dalam Muhammadiyah. Sebab, usianya saat itu dinilai masih terlalu muda.
Pada 1920-an, barulah Syudja' diberi amanah untuk memegang tanggung jawab. Ia mengetuai Bagian Penolong Kesengsaraan Umum (PKU). Badan ini bertugas meringankan beban penderitaan umat Islam melalui berbagai aksi sosial. Ia dipilih lantaran dinilai tangguh serta cermat di antara sesama kader muda dalam merancang kegiatankegiatan sosial.