IHRAM.CO.ID, NEW DELHI -- Pemerintah India telah memerintahkan pihak berwenang di Kashmir untuk melarang penyembelihan semua hewan di wilayah mayoritas Muslim untuk perayaan Idul Adha.
Dilansir dari laman Eastern Eye pada Senin (19/7), perintah pemerintah nasionalis Hindu, yang dirilis Kamis (15/7) malam, kemungkinan akan meningkatkan ketegangan di Kashmir India, di mana kecemasan semakin dalam semenjak New Delhi mencabut status otonomi khusus pada Agustus 2019.
Wilayah Himalaya terbagi antara India dan Pakistan, dan pemerintah New Delhi telah menempatkan wilayah yang dikontrolnya di bawah kekuasaan langsung. Mengutip undang-undang kesejahteraan hewan, Dewan Kesejahteraan Hewan pemerintah India memerintahkan polisi dan pihak berwenang untuk mengambil semua tindakan pencegahan guna menghentikan pembunuhan hewan secara ilegal, dan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggar.
Adapun sapi dianggap suci oleh banyak umat Hindu dan penyembelihan mereka dilarang di wilayah tersebut dan banyak negara bagian India. Orde baru memperluas larangan untuk semua hewan untuk pertama kalinya.
Muslim secara tradisional menyembelih kambing, domba atau sapi untuk Idul Adha, atau Hari Raya Kurban. Sebuah koalisi badan keagamaan Muslim di Kashmir, Muttahida Majlis-e-Ulema (MMU), menyatakan itu sebagai kebencian yang kuat pada langkah pemerintah. Sementara Liburan Idul Adha akan ditandai dari 21 Juli hingga 23 Juli.
Kelompok itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hewan kurban untuk menghormati Nabi Ibrahim adalah prinsip penting agama pada hari ini. MMU mendesak pemerintah untuk mencabut perintah sewenang-wenang, yang tidak dapat diterima oleh Muslim di negara bagian karena mereka secara langsung melanggar kebebasan beragama dan hukum pribadi mereka.
Di samping itu, perintah pemerintah juga memicu kemarahan di media sosial. Seorang penjaga toko di kota utama Srinagar, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan perintah itu adalah tanda baru dari kebijakan anti-Muslim yang dipaksakan di Kashmir.
Warga mengatakan mereka takut akan pembalasan, karena mengekspresikan pandangan politik sejak status khusus kawasan itu dicabut pada 2019.