IHRAM.CO.ID,ABU DHABI -- UEA telah mempertahankan posisi kedua setelah Malaysia dalam Global Muslim Travel Index (GMTI). Laporan tersebut disusun oleh Mastercard-Crescentrating, yang meneliti 130 negara dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan negara-negara non-OKI.
Pada 2016, diperkirakan ada 121 juta wisatawan Muslim internasional, setara dengan 10 persen dari seluruh industri perjalanan. Angka ini naik dari 117 juta pada tahun 2015.
Dilansir di The National News, Kamis (22/7), penelitian menunjukkan pasar wisata Muslim diperkirakan akan tumbuh menjadi 220 miliar dolar AS pada 2020, dengan 156 juta pelancong internasional Muslim. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 300 miliar dolar AS pada 2026.
"UEA tetap menjadi tujuan yang paling banyak diminati dan akan menarik untuk melihat apakah negara ini akan menggantikan Malaysia selama beberapa tahun ke depan,” kata kepala eksekutif Crescentrating & HalalTrip, Fazal Bahardeen.
Dia mengatakan generasi baru, influencer dan milenium, menunjukkan keinginan untuk menjelajahi dunia sambil tetap setia pada keyakinan mereka. Mereka akan menjadi kekuatan pendorong fase pertumbuhan berikutnya, di mana tujuan seperti UEA harus merangkul dan menerapkan langkah-langkah yang sesuai. Hal ini bisa menjadi kunci untuk mengambil posisi teratas dari Malaysia.
Dia juga mengatakan para pelancong yang lebih muda menginginkan pilihan yang lebih banyak, pengalaman unik, serta konektivitas konstan yang dapat dilihat dengan pertumbuhan segmen gaya hidup Muslim lainnya, seperti makanan halal dan mode.
Saat ini, semakin banyak negara non-OKI yang mengadaptasi layanan dan penawaran mereka untuk memenuhi pasar perjalanan Muslim. Singapura mempertahankan posisi teratasnya untuk tujuan non-OKI, dengan Thailand, Inggris, Afrika Selatan dan Hong Kong menempati posisi lima besar.
Wisata berbasis keyakinan dan wisata religi adalah dua sisi mata uang yang sama. Arab Saudi, yang berada di urutan ke-5 dalam daftar negara-negara OKI, melihat Makkah dan wisata religi, sejauh ini merupakan pasar perhotelan terbesar di kerajaan itu. Arab Saudi mampu menyediakan 27.000 kamar berkualitas, dengan 11.000 di Riyadh dan 9.400 di Jeddah, menurut konsultan properti JLL.
Hotel-hotel biasanya mencapai tingkat hunian 100 persen selama periode haji dan musim ramai umrah, namun tingkat hunian turun menjadi hanya 30 persen hingga 40 persen segera setelah Ramadhan dan haji.