Setelah itu, Manan melanjutkan rihlah keilmuannya ke Pondok Pesantren Gerompol. Lembaga ini tidaklah asing baginya karena neneknya pernah belajar di sana.
Selama di Gerompol, Manan muda mempelajari banyak hal, termasuk ilmu hikmah dan seni bela diri. Dengan penuh disiplin, ia pun menjadi seorang santri yang dikenal alim sekaligus jago tarung. Bahkan, beberapa kali dirinya menghadapi sejumlah berandalan dan perampok yang kerap meresahkan warga.
Dari Gerompol, perjalanannya untuk terus menuntut ilmu belumlah selesai. Manan pun meneruskan langkahnya ke sebuah pondok pesantren yang diasuh KH Abbas di daerah Wlingi Blitar. Selanjutnya, berturut-turut dirinya menjadi santri di Pesantren Siwalayan Panji Sidoarjo, Pesantren Gayam Jombang, dan Pesantren Tegalsari Ponorogo. Semua itu dilakoninya dengan penuh kesungguhan.
Selain itu, remaja yang gemar mengkhatamkan Alquran ini juga pernah belajar di pondok pesantren yang dikelola Syaikhona Kholil al-Bangkalani di Pulau Madura, Jawa Timur. Pesantren ini memang sangat legendaris. Kiai Kholil pun dikenal luas sebagai gurunya para ulama nusantara.
Maka dari itu, Manan selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya tatkala belajar di sana. Madura ternyata menjadi persinggahan baginya sebelum bertolak ke luar negeri. Santri Syaikhona ini berkesempatan menunaikan ibadah haji.