Sabtu 31 Jul 2021 08:43 WIB

Mustafa Sabri Effendi, Syaikhul Islam Terakhir Ottoman (II)

Mustafa Sabri Effendi lahir di Tokat, Turki, pada 1869.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Mustafa Sabri Effendi
Foto:

Dia mengekspresikan ke khawatiran ini dalam setiap pa ragraf di kata pengantar bukunya, Mawqif al'Aql: Kita telah kalah! Buku itu sendiri berisi kritiknya terhadap tren pemikiran Islam dan Eropa sekuler pada awal abad ke-20.

Pada 1938, Mustafa Kemal Ataturk memberikan amnesti kepadanya. Namun, Sabri Effendi menolak hal ini karena memandang Ataturk telah mengubah sama sekali wajah islami Turki.Demikianlah, mubaligh ini tutup usia jauh dari tanah kelahirannya pada 12 Maret 1954 di Mesir. 

Belakangan, ketokohannya mengundang banyak peneliti untuk me ngomentarinya. Fethullah Gulen, misalnya, memandang Mustafa Sabri Effendi sebagai tokoh yang sangat argumentatif dan kritis melihat pelbagai masalah di zamannya.

Dan memang, Sabri Effendi sendiri memaklumkan bahwa sebuah kritik hendaknya tertuju pada gagasan, bukan orang pencetus atau penganjur gagasan itu.

Tambahan pula, luasnya cakupan keilmuan sang syaikhul Islam terakhir dari Dinasti Usmaniyah itu menjadikannya tokoh yang gemar berpolemik, tidak terlampau memusingkan opini-opini publik yang tak mendasar, tetapi selalu bertujuan mencerdaskan kehidupan intelektual Muslim.

 

Utamanya, terkait kritiknya akan kehidupan dan cara pandang sekuler pada abad modern. Hal ini dapat diartikan sebagai peringatannya kepada kaum Muslim agar mewaspadai modernitas yang serba benda sehingga jangan sampai lupa meneguhkan akidah agama sendiri.

(Baca: Mustafa Sabri Effendi, Syaikhul Islam Terakhir Ottoman)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement