IHRAM.CO.ID, Nyai Ahmad Dahlan didaulat sebagai ketua PP `Aisyiyah, yakni berturut- turut pada 1921 hingga 1926 dan juga 1930. Sebagai pemuka organisasi tersebut, dia kerap berkunjung ke daerah- daerah untuk membentuk ukhuwah Islamiyah di tengah kaum perempuan setempat. Selain itu, dia juga menjalin silaturahim dengan istri-istri sejumlah tokoh daerah.
Pasangan KH Ahmad Dahlan dan istrinya itu saling bersinergi. Di antaranya, gagasan mereka bagi kemajuan masyarakat adalah catur pusat. Ide ini memaparkan suatu formula pendidikan yang ideal yakni menyasar pada empat konteks; pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan masjid.
Untuk merealisasikannya, sejak 1912 murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi itu sudah membentuk Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Seiring waktu, lembaga itu diperluas juga peruntukannya bagi kaum perempuan.
Pada 1918, sekolah yang dibina Muhammadiyah Kauman telah dikembangkan. Bangunannya dibagi menjadi dua bagian terpisah, yakni untuk murid laki-laki dan perempuan. Tapi, pelajaran yang diterima keduanya sama persis.
Langkah-langkah yang diambil KH Ahmad Dahlan dan istri sempat ditentang warga Muslim lokal karena menduga keduanya sehaluan dengan kolonial Belanda. Padahal, apa-apa yang dirancangnya demi menjawab tan tangan zaman modern. Memakai produk- produk Barat, misalnya, tidak berarti meninggalkan Islam. Hal-hal positif dari pihak luar boleh saja diadopsi, tetapi dengan berdasar pada nilai-nilai Islami.