IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama melakukan sosialisasi Jaminan Produk Halal (JPH) kepada pelaku usaha berbasis pesantren. Sosialisasi dilakukan bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (HEBITREN).
Sosialisasi digelar secara virtual dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Kegiatan tersebut diikuti ratusan pelaku usaha dan perwakilan pondok pesantren dari berbagai daerah di Indonesia.
Hadir sebagai narasumber, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPJPH, Mastuki, menekankan pentingnya standar halal dan pelaksanaan sertifikasi halal bagi para pelaku usaha. Bagi umat Muslim, halal merupakan bagian dari perintah agama, sehingga melaksanakannya adalah kewajiban yang bernilai ibadah.
"Produk halal juga baik untuk dikonsumsi oleh seluruh umat manusia. Di dalam Surat Al Baqarah Ayat 168, seruan untuk mengonsumsi yang halal ditujukan kepada seluruh umat manusia," kata Mastuki dalam keterangan yang didapat Republika, Selasa (10/8).
Sebagai standar, halal lebih dari sekedar mutu. Sehingga tak heran masyarakat non-muslim di berbagai negara memahami produk halal merupakan jaminan mutu.
Berbeda dengan sistem mutu lain, ia menyebut dalam menentukan standar halal tidak mengenal istilah ambang batas.
"Pada konsep halal tidak dibolehkan masuknya bahan haram pada level berapapun. Pilihannya hanyalah halal atau haram. Innal halaala bayyinun wa innal haraama bayyinun, jadi yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas," lanjutnya.
Dengan malakukan sertifikasi halal, pelaku usaha akan memiliki sertifikat halal sebagai pengakuan kehalalan produk. Sertifikat ini dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
Dengan kondisi tersebut, sertifikat halal merupakan bagian dari tanggung jawab pelaku usaha dalam mewujudkan pelayanan terbaiknya kepada konsumen.
Ia juga menekankan jika sertifikat halal adalah alat bagi pelaku usaha dalam memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, dengan memproduksi dan menyediakan produk yang halal dan thayyib, berkualitas premium, aman, sehat, bergizi, serta baik untuk dikonsumsi.
Sertifikat halal juga disebut sebagai alat atas keterjaminan dan kepastian kehalalan produk bagi konsumen.
Dalam konteks lebih luas, Mastuki mengatakan sertifikasi halal berada di posisi strategis antara halal value chain dan pasar global. Upaya memperkuat ekosistem halal nasional tak bisa terlepas dari sertifikasi halal.
Bahkan, pelaksanaan sertifikasi halal perlu dilakukan akselerasi melalui sinergitas semua pemangku kepentingan.
"Kriteria penetapan halal yang berlaku di Indonesia, melanjutkan apa yang sebelumnya telah dilaksanakan melalui MUI, kita sebut sebagai madzhab halal Indonesia. Yaitu gabungan antara madzhab ilmu pengetahuan atau sains dengan madzhab fiqh," ujar Mastuki.
Cakupan sains meliputi semua aspek terkait pemeriksaan dan/atau pengujian produk yang dilaksanakan oleh auditor halal pada Lembaga Pemeriksa Halal. Sedangkan fiqih berkaitan dengan penetapan fatwa kehalalan produk yang menjadi otoritas ulama dan dilaksanakan oleh MUI.
Hal ini merupakan implementasi dari integrasi agama dan sains yang sangat menarik. Proses tersebut dilaksanakan secara interdependensi satu sama lain.