IHRAM.CO.ID, PORT-AU-PRINCE--Ketika tanah ibukota Haiti, Port-au-Price bergerak pada 2010 silam, Alix Perchinthe mengira itu hanya kendaraan besar yang lewat depan rumahnya. Ia pun tetap berada di dalam. Tidak lama kemudian ia keluar rumah lalu melihat kehancuran dan kematian di mana-mana.
Percinthe pun baru sadar guncangan tadi adalah gempa bumi. Pada kesempatan kedua ia merasakan gempa bumi 7,2 skala Richter Sabtu (14/8) lalu Percinthe segera keluar rumah.
"Saya sedang tidur dan tanpa ragu saya memutuskan keluar, pada 2010 saya beruntung rumah tidak runtuh menimpa saya karena saya tidak tahu sama sekali," kata pegawai lembaga amal ActionAid, Selasa (17/8).
Di dua gempa besar yang menghantam negara miskin Karabia itu dalam selang waktu 11 tahun. Laki-laki berusia 42 tahun tersebut berada di daerah terdampak. Pertama di Ibukota Port-au-Price lalu di bagian barat daya Haiti.
Seperti sebagian rakyat Haiti, ia merasa selamat karena pelajaran yang didapat dari gempa bumi 2010 yang disebut 'the Big One'. Bencana yang meratakan Port-au-Price dan menewaskan lebih dari 200 ribu orang.
Masyarakat Haiti yang tidak merasakan langsung gempa 2010 tetap terdampak dengan berita-beritanya. Organisasi non-pemerintah dan sekolah langsung meningkatkan upaya persiapan menghadapi gempa.
Saat itu seismologis Haiti, Claude Prepetit mengatakan orang-0rang yang berada di rumah berusaha kembali ke rumah untuk berlindung. Tapi pada gempa pekan lalu ia lega masyarakat melakukan hal yang sebaliknya.
Sejauh ini gempa yang lebih kuat dibandingkan 11 tahun yang lalu mencatat sekitar 1.300 kematian. Gempa yang mengguncang daerah yang tidak sepadat gempa 2010 lalu menghancurkan sekitar 27 ribu rumah.
Walaupun ada kemungkinan angka korban jiwa bertambah tapi pemerintah berusaha mencegahnya. Mereka menyarankan warga untuk tidak kembali ke rumah yang rusak.
"Sebelumnya, banyak orang tewas setelah gempa karena mereka tetap tinggal di rumah yang retak dan kemudian ambruk, saat ini sebagian masyarakat tidur di jalan," kata Percinthe di Kota Jeremie.
Sementara itu di Kota Les Cayes, mantan politisi Yvon Pierre mengatakan ia dan ratusan orang lainnya tidur di luar untuk menghindari gempa susulan. Karena pemerintah memperingatkan gempa susulan dengan kekuatan sekitar 4,5 hingga 5 skala Richter.
Gempa Sabtu lalu juga terasa di Port-au-Prince tapi tidak menimbulkan kerusakan signifikan. Warga Haiti mengatakan mereka segera berlari ke jalanan.
"Di gempa pertama, saya tidak tahu itu apa, sekarang saya lebih mengerti," kata Sarah Chery.
Ketika gelombang seismik akibat pergerakan kerak bumi melewati Haiti 2010 lalu. Gempa bumi terakhir terjadi satu abad sebelumnya. Kini ingatan atas bencana 11 tahun yang lalu masih segar dalam ingatan.
Agen keamanan, David Jean hampir rata dengan tanah pada gempa bumi 2010 lalu. Saat ia merasa tempat tidur dan dinding rumahnya bergetar Sabtu lalu ia tahu apa yang sedang terjadi.
"Saya dan istri saya langsung lari ke arah pintu, saya khawatir mungkin akan terjebak, di luar saya saya diam di tengah jalan, orang-orang berteriak, menangis dan berdoa," kata laki-laki berusia 34 tahun itu.
Direktur lembaga anak-anak PBB UNICEF Eveline Dominique Chery mengatakan tidak peduli seberapa besar kesadaran rakyat. Masih banyak orang yang tidak sempat untuk bergerak. Terutama di pinggir kota di mana banyak gedung yang langsung roboh.
"Saya selamat dengan dua anak saya karena rumah saya dibangun setelah 2010 setelah kami mengajarkan kode-kode gedung seismik, tapi di Haiti, semua orang melakukan apa yang mereka bisa," katanya.
Pakar mengatakan kesadaran atas bencana baru awal langkah selanjutnya membangun lebih banyak rumah tanah gempa. "Kami tinggal di negara rawan gempa, bencana dapat terjadi kapan saja, seperti yang selalu kami katakan, kami harus siap," kata seismolog, Prepetit.