Rabu 18 Aug 2021 15:32 WIB

Evakuasi Warga Afghanistan Dengan Visa Khusus Tuai Kendala

Ketidakamanan di seluruh Afghanistan dan rintangan dalam proses evakuasi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Ratusan orang berlari di samping pesawat angkut C-17 Angkatan Udara AS saat bergerak di landasan bandara internasional, di Kabul, Afghanistan, Senin, 16 Agustus. 2021.
Foto: UGC terverifikasi melalui AP
Ratusan orang berlari di samping pesawat angkut C-17 Angkatan Udara AS saat bergerak di landasan bandara internasional, di Kabul, Afghanistan, Senin, 16 Agustus. 2021.

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Janji Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk mengevakuasi ribuan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah AS, kemungkinan akan menghadapi kendala. Ketidakamanan di seluruh Afghanistan dan rintangan logistik utama menjada masalah dalam proses evakuasi.

Pentagon bertujuan untuk mengevakuasi hingga 22.000 pelamar Visa Imigran Khusus (SIV), keluarga mereka dan orang-orang berisiko lainnya. Namun para pejabat, evakuasi pelamar SIV kemungkinan tidak akan sesuai target  karena Taliban telah merebut ibu kota Kabul dan sebagian besar wilayah strategis lainnya.

Biden mengumumkan rencana untuk mulai mengevakuasi warga Afghanistan yang berisiko pada Juli. Anggota parlemen dan kelompok pengungsi menyerukan agar Biden melakukan evakuasi terhadap warga Afghanistan yang berisiko lebih awal. Sejak Juli, hanya 2.000 warga Afghanistan yang diterbangkan ke AS.

“Ini adalah tujuan yang bagus untuk dimiliki, tetapi secara realistis itu akan menjadi tantangan,” ujar pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim.

Pejabat itu mengatakan, agar dapat dievakuasi, warga Afghanistan harus sampai ke Kabul. Kemudian untuk dapat masuk ke bandara, mereka harus  melalui serangkaian pos pemeriksaan Taliban. Militer AS perlu menjaga ketenangan di bandara untuk memungkinkan penerbangan dan pendaratan.

Ketertiban telah dipulihkan di bandara Kabul setelah lima orang tewas pada Senin (16/8), ketika ribuan warga Afghanistan memadati daerah itu.  Militer AS menangguhkan penerbangan untuk sementara dengan tujuan membersihkan lapangan terbang. Misi evakuasi akan berakhir pada 31 Agustus.

Penasihat keamanan nasional Jake Sullivan mengatakan, Gedung Putih telah menerima laporan tentang orang-orang yang dipukuli di luar bandara. Padahal Taliban telah sepakat untuk mengizinkan warga sipil masuk ke bandara dengan aman.

Jenny Yang, wakil presiden senior di World Relief, sebuah badan pemukiman kembali pengungsi AS, mengatakan bahwa, kendali Taliban akan membuat warga Afghanistan semakin sulit untuk pergi meninggalkan negara mereka. Para pejabat mengatakan, idealnya Gedung Putih mengizinkan Pentagon untuk mulai melakukan proses evakuasi warga Afghanistan dengan SIV beberapa minggu sebelumnya menggunakan pesawat militer. Kemudian memindahkan mereka ke pangkalan di AS

Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Sampai minggu lalu pelamar SIV secara bertahap diterbangkan melalui pesawat sipil, dan hanya satu pangkalan di Virginia yang digunakan untuk menampung mereka. Departemen Luar Negeri tidak secara resmi meminta penggunaan lebih banyak pangkalan militer AS untuk menampung pelamar Afghanistan sampai Ahad (15/8), ketika Taliban sudah menduduki Kabul.

Kelompok pemukiman kembali mengatakan, setidaknya ada 80 ribu pelamar SIV dan keluarga mereka yang perlu dievakuasi. Dua pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa, Biden khawatir tentang dampak politik dari sejumlah besar pengungsi Afghanistan yang mengalir ke AS. Biden lebih suka mereka dikirim ke negara ketiga.

Presiden Lutheran Immigration and Refugee Service, Krish O'Mara Vignarajah, mengatakan, beberapa penerjemah untuk pemerintah AS telah tewas dalam beberapa bulan terakhir menunggu untuk keluar dari Afghanistan. "Ini menunjukkan bahwa warga Afghanistan tidak putus asa mencari perlindungan, AS sama sekali tidak konsisten dengan pengalaman kami,” kata Vignarajah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement