IHRAM.CO.ID, GAZA — Obaida (9 tahun) tampak memanggil saudaranya sesaat setelah menemukan logam kecil, ketika berjalan melintasi halaman rumah keluarga mereka. Ahmed yang sigap, meminta adiknya itu untuk segera membuang pecahan peluru meriam yang baru ditemukan, sebelum akhirnya meledak di tanah.
Pengakuan Ahmed, Obaida sempat berjalan beberapa langkah dengan hampir tak sadarkan diri. Mengetahui hal itu, dirinya langsung menunju Obaida, hingga ikut tersungkur. Dua anak tersebut mendapat luka dari ledakan tadi.
"Lukanya sangat dalam. Setiap kali saya mencoba menutupinya, tiga jari tangan saya ini masuk ke dalam," kata ayah mereka, Salahuddin, sambil merekonstruksi.
Dikatakan ayahnya, Ahmed saat itu sempat menggunakan tangannya untuk menutupi leher adiknya. Sayang, logam dan sisa ledakan juga mengenai Ahmed di beberapa bagian, khususnya lengan. Dokter yang menanganinya juga menyatakan jika mereka terluka karena benda tersebut.
Saat mengetahui ledakan yang menimpa dua anaknya petang tersebut, Salahuddin mengaku, dirinya sudah mengetahui jika tidak ada harapan bagi Obaida yang terluka di leher dan kepalanya. Terlebih, dirinya juga merasa terpukul dengan kondisi Ahmed yang harus diamputasi karena luka ledakan.
"Saya berlari ke dua anak saya, tetapi saya tahu kasus Obaida (tidak ada harapan - dia meninggal," kata Salahuddin.
Jika melihat kasus tersebut, tidak semua bom meledak saat dijatuhkan ke wilayah Gaza. Serangan yang dilakukan Israel meninggalkan puing-puing ledakan, bom utuh di tengah jalan atau terkubur di bawah permukiman.
Semua yang tidak meledak itu, bisa berumur puluhan tahun dan meledak saat digerakkan. Meskipun kecelakaan seperti yang menewaskan Obaida al-Dahdouh relatif jarang terjadi, sisa-sisa bahan peledak dari bom yang dijatuhkan Israel menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan warga Gaza.
"Dalam tiga tahun terakhir, Jalur Gaza telah mengalami sekitar satu kecelakaan yang disebabkan oleh sisa-sisa bahan peledak perang setiap bulan," kata Suhair Zakkout, juru bicara Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Gaza dikutip Middle East Eye, Kamis (19/8).
Berdasarkan laporan PBB, selama 2009 hingga 2020, 41 orang dilaporkan tewas dan 296 lainnya terluka oleh puing-puing bom tersebut. Setiap senjata yang digunakan Israel, tidak hanya mengotori jalur Gaza, tetapi juga disertai konsekuensi lainnya yang tertimbun.
Hal itu, semakin dikhawatirkan, ketika 11 hari di Mei lalu, Israel meluncurkan 2.750 serangan udara dan 2.300 peluru artileri di Jalur Gaza, menurut Euro-Med Human Rights Monitor. Aksi itu, menewaskan 248 warga Palestina, termasuk 66 anak.
Memang, kelompok militan termasuk Hamas juga menembakkan roket dari Gaza ke Israel dan menewaskan 13 orang. Kedua pihak dimungkinkan melakukan kejahatan perang. Tetapi, dampak dari serangan Israel bisa bertahan lama bagi warga Palestina.
Layanan Pekerjaan Ranjau PBB (UNMAS) memang sigap membantu pihak berwenang Gaza mengendalikan dan membuang bom yang terkubur. Dalam satu kondisi, satu bom di 18 meter di bawah tanah, dijelaskan bisa memakan waktu beberapa pekan untuk ditemukan, dijinakkan, digali dan dibuang.
Dalam penjelasannya, diperkirakan masih ada 16 bom yang berserakan dengan jenis Mark-84, atau MK-84. Sebuah bom yang sangat diandalkan Israel dalam serangan terbaru, meskipun berisiko tinggi terhadap kerusakan tambahan.