Kamis 19 Aug 2021 17:40 WIB

Bom Masih Terkubur di Gaza, Perang Jauh dari Berakhir

Tidak semua bom meledak saat dijatuhkan ke wilayah Gaza

Rep: Zainur mahsir ramadhan/ Red: Esthi Maharani
 Petugas keamanan Palestina menyaksikan penggali mekanis bekerja untuk membersihkan puing-puing di lokasi ledakan di pasar Al-Zawiya, di Kota Gaza, Gaza, Kamis, 22 Juli 2021. Sedikitnya satu orang tewas dan sekitar 10 orang terluka Kamis ketika ledakan itu menghancurkan sebuah rumah di pasar yang populer, kata kementerian dalam negeri.
Foto:

Sehari sebelum gencatan senjata mulai berlaku pada Mei, sebuah Mark-84 yang dijatuhkan Israel merobek atap rumah Ramzi Abu Hadayed, di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan, dan menabrak sebuah kamar tidur. Hal itu, diakui Hadayed, terjadi kala tidak ada peringatan dari Angkatan Udara Israel.

"Syukurlah rudal itu tidak meledak," jelas ibu mertua Abu Hadayed, dengan rasa takut yang masih jelas.

Menurut psikiater Yasser Abu Jamei, yang mengepalai Program Kesehatan Mental Komunitas Gaza (GCMHP), lebih dari dua juta orang Gaza kemungkinan besar mengalami trauma akibat pemboman Israel selama bertahun-tahun. "Semua orang mengalami pengeboman atau melihat akibatnya," katanya.

Abu Jamei menambahkan, agar seseorang bisa pulih dari trauma tersebut, mereka harus merasa jika peristiwa yang mengejutkan ke depannya sudah berakhir dan tidak akan terjadi lagi. Sayang, kata dia, orang-orang di Gaza tidak mencapai tingkat keamanan ini karena mengalami peristiwa traumatis yang membangkitkan ingatan sepanjang waktu.

"Contoh lain adalah bom yang tidak meledak. Jika meledak, peristiwa mengejutkan lainnya akan terjadi ... Dan jika tidak meledak, mereka masih ada di rumah-rumah orang, dan penduduk tahu mereka ada di sana, jadi mereka tidak pernah merasa aman," lanjut dia.

Tak hanya beban psikologis, banyak juga mata pencaharian yang hilang di wilayah Gaza. Para kolektor besi tua misalnya, hidup dalam kondisi sulit sehingga mereka merasa tidak punya pilihan selain terus menyelamatkan diri.

Menurut UNMAS, mereka berada dalam risiko tinggi, bersama dengan para petani, yang menemukan sisa-sisa bahan peledak tepat di bawah permukaan tanah mereka, dan dimungkinkan mengandung racun berbahaya.

Keluarga Al-Rantissi, warga di Gaza barat, mendapati rumahnya dihantam oleh dua rudal Israel sekitar pukul 4 pagi pada tanggal 18 Mei lalu tanpa pemberitahuan sebelumnya. Mereka, tetap mengungsi karena rudal yang belum meledak masih bersarang di bawah rumah mereka.

Dikatakannya, dua anggota keluarga, termasuk anak gadis berusia 14 tahun dan seorang pria berusia 27 tahun, mengalami gejala gangguan stres pasca-trauma sejak serangan itu. “Kami menyewa sebuah rumah di dekat rumah kami sampai rudal itu dibuang, tetapi kami tidak nyaman di sana, dan kami merasa kehilangan tempat tinggal. Kami lebih suka tinggal tepat di atas rudal daripada melalui pengalaman pemindahan ini,” kata Muhammed al-Rantissi.

Janji dari ahli bom asing, kata al-Rantissi, tidak bisa ditunggu lebih lama. Bahkan, dia menyatakan jika hal itu hanyalah bagian dari janji-janji rekonstruksi Gaza, yang terus tertunda "Perang belum berakhir; kami masih menjalani pertempuran setiap hari selama rudal masih ada di rumah kami," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement