Jumat 20 Aug 2021 23:23 WIB

KH Saleh Lateng, Pejuang Dai dari Blambangan (II)

Oleh guru-gurunya, dirinya dipandang sebagai seorang santri teladan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Pesantren
Foto:

Suatu hari, datang kabar dari Tanah Air. Syaikhona Kholil ternyata meminta Kiai Saleh untuk pulang ke kampung halaman. Dirinya diimbau untuk mengabdikan diri dengan mendidik santri dan berjuang mengawal pergerakan. Namun, Kiai Saleh meminta waktu sekira satu tahun kepada sang guru untuk menuntaskan belajarnya di Hijaz.

Pada 1900 M, tatkala usianya mencapai 38 tahun, Kiai Saleh akhirnya kembali ke Indonesia. Ia pun menjadi tokoh agama, khususnya di daerah Lateng, Banyuwangi--sehingga dirinya disebut sebagai Kiai Saleh Lateng.Seiring berjalannya waktu, reputasinya kian terkenal karena kealimannya dalam mendidik para santri.

Bupati Banyuwangi waktu itu, Koesoemonegoro, memberikan izin ke padanya untuk membuka pengajian. Sejak pulang dari Tanah Suci, yakni sekira Maret 1909, Kiai Saleh pun mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada penduduk. Ia berjalan dari kampung ke kampung, menebarkan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah(aswaja)kepada Muslimin Banyuwangi dan sekitarnya.

Untuk diketahui, Banyuwangi saat itu masih merupakan daerah rawan kriminalitas. Banyak bramacorah yang meresahkan masyarakat dan pelintas jalan. Malahan, tidak sedikit warga lokal yang terlibat dalam aktivitas ke jahatan.

Karena itu, Kiai Saleh merasa tertantang untuk lebih mengembangkan dakwah Islam di sana. Ia meyakini, justru wilayah yang sarat maksiat begitu memerlukan kehadiran pendidikan agama, semisal majelis taklim atau pesantren. Dengan begitu, pelanpelan akhlak penduduk setempat dapat lebih diperbaiki.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement