Sabtu 28 Aug 2021 14:05 WIB

Pasang Surut Hubungan Aljazair dan Maroko

Hubungan Aljazair dan Maroko tidak selalu buruk.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Bendera negara Maroko.
Foto:

Perang saudara Aljazair

Perang saudara di Aljazair, yang dimulai pada tahun 1992 setelah kudeta militer yang membatalkan pemilihan umum yang dimenangkan kelompok Islam, berakhir dengan imbang di kedua negara. Aljazair menuduh Maroko mendanai Kelompok Islam Bersenjata Aljazair (GIA), yang melancarkan pemberontakan bersenjata setelah kudeta.

Pada tahun 1994, sebuah serangan bom menghantam sebuah hotel di Marrakesh, menewaskan dua turis Spanyol.  Maroko menyalahkan Aljazair atas serangan itu, meskipun hanya ada sedikit bukti yang mendukung hal ini. Pertengkaran itu akhirnya menyebabkan penutupan perbatasan antara kedua negara pada tahun 1994, sebuah keadaan yang bertahan hingga hari ini.

Perkembangan terkini

Pada tahun 2004, Maroko menghapus persyaratan visa untuk Aljazair, sebuah langkah yang dibalas pada tahun 2006. Namun terlepas dari sikap ramah ini, hubungan dalam beberapa tahun terakhir sekali lagi hancur.

Berkobarnya kembali pertempuran dengan Front Polisario pada tahun 2020 bertepatan dengan normalisasi hubungan Maroko dengan Israel yang sebagai imbalannya, AS setuju untuk mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat. Semua langkah ini telah membuat marah Aljazair, baik karena dukungannya terhadap Sahrawi dan permusuhannya terhadap Israel.

Pengungkapan dalam laporan tentang kebocoran perangkat lunak Pegasus semakin mempererat hubungan.  Menurut data yang dibagikan oleh Forbidden Stories dan Amnesty International dengan Le Monde, Rabat adalah "salah satu pengguna spyware terbesar, yang merugikan pihak berwenang Aljazair".

Pada bulan Agustus, kebakaran hutan berkobar di seluruh Aljazair, merenggut puluhan nyawa.  Pemerintah Aljazair pekan lalu menyalahkan pelaku pembakaran yang terkait dengan separatis di wilayah Kabylie karena memicu kebakaran.

Pemerintah menambahkan bahwa separatis menerima "dukungan dan bantuan dari pihak asing, khususnya Maroko dan entitas Zionis", mengacu pada Israel. Awal bulan ini, seorang diplomat Maroko menyatakan dukungan untuk penentuan nasib sendiri bagi orang-orang Kabylie, yang merupakan orang-orang berbahasa Amazigh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement