Selasa 31 Aug 2021 19:02 WIB

Kiai Miftah, Ulama Tawadhu dari Tegal (II)

Baginya, hidup adalah perjuangan dan pengabdian.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Pondok Pesantren
Foto:

Sifat perjuangan Kiai Miftah sudah tampak sejak di pesantren. Contoh konkretnya adalah ketika Kiai Miftah berangkat bersama para santri dalam mempertahankan kemerdekaan, bertempur melawan penjajah pada 10 November 1945 di Surabaya, yang akhirnya tanggal itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari pahlawan.

Menurut Abdul Fatah, jiwa perjuangan Kiai Miftah didorong oleh niat suci mencari ridha Allah Swt dan mengamalkan ajaran hadits Nabi SAW, "Khairunnasi anfa'uhum linnas", sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain.

 

Selama hidupnya, Kiai Miftah telah menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Namun, setiap manusia tidak bisa menolak datangnya kematian. Setelah melakukan pengabdian dan berjuang mewujudkan kemerdekaan, dai ini akhirnya dipanggil oleh Allah Ta'ala pada Senin, 7 Nopember 1994. Umat Islam, khususnya di Tegal, pun menangisi kepulangannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement