Rabu 01 Sep 2021 16:30 WIB

Perubahan Iklim Buat Negara Teluk Berpotensi tak Layak Huni

Suhu harian di kota metropolitan pesisir secara teratur mencapai 40 derajat celsius

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Gelombang panas
Foto: reuters
Gelombang panas

IHRAM.CO.ID, DUBAI – Kota-kota di Teluk Arab dikenal dengan musim panasnya yang terik. Namun, para ahli memperingatkan perubahan iklim dapat membuat wilayah yang kaya bahan bakar fosil itu tidak layak huni bagi manusia.

Suhu harian di kota metropolitan pesisir secara teratur mencapai 40 derajat celsius selama beberapa bulan dalam setahun dan diperburuk oleh kelembapan yang tinggi. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB, menunjukkan iklim berubah lebih cepat karena aktivitas manusia.

Salah satu negara yang paling gersang di dunia adalah Uni Emirat Arab (UEA). Selama beberapa tahun terakhir, UEA telah menggunakan pesawat untuk penyemaian awan agar menghasilkan hujan secara artifisial.

Ahli telah memperingatkan risiko bagi kawasan itu seiring dengan kemajuan perubahan iklim. “Secara umum, tekanan panas akan meningkat secara signifikan,” kata Profesor Hidrologi dan Iklim Massachusetts Institute of Technology, Elfatih Eltahir, dilansir Arab News, Rabu (1/9).

Dengan suhu dan kelembapan yang lebih tinggi menjelang akhir abad ini, beberapa bagian Teluk akan mengalami periode kondisi tekanan panas yang tidak sesuai dengan kelangsungan hidup manusia. Kombinasi panas dan kelembapan relatif berpotensi mematikan jika tubuh manusia tidak mampu mendinginkan diri melalui keringat.

Para ilmuwan telah menghitung bahwa manusia dewasa yang sehat di tempat teduh dengan air minum yang tidak terbatas akan mati jika suhu bola basah (TW) melebihi 35 derajat celsius selama enam jam.

Menanggapi ini, Sekjen PBB Antonio Guterres, memperingatkan bahan bakar fosil telah menghancurkan Bumi. Sejumlah negara Teluk dalam beberapa tahun terakhir telah mengambil upaya untuk meningkatkan kepercayaan lingkungan dan mendiversifikasi ekonomi mereka dari minyak.

UEA bertujuan untuk meningkatkan ketergantungannya pada energi bersih hingga 50 persen pada tahun 2050 dan mengurangi jejak karbonnya untuk pembangkit listrik hingga 70 persen. Pemerintah Abu Dhabi mengatakan sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya satu lokasi terbesar di dunia.

Setelah beroperasi penuh, proyek surya Al-Dhafra akan memiliki kapasitas untuk memberi daya pada sekitar 160 ribu rumah tangga di seluruh negeri. Proyek tersebut direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2022.

Sementara itu di Bahrain yang suhu rata-rata musim panas berkisar antara 35 hingga 40 celsius, perusahaan Mohammed Abdelaal Silent Power menggunakan teknologi surya untuk mendinginkan tangki air. Bahrain menargetkan sepuluh persen energi terbarukan pada tahun 2035.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement