IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Olimpiade tahun ini secara luas dipuji sebagai acara paling progresif dalam sejarah 125 tahun. Liputan media pada awal menjelang pertandingan berfokus pada fakta bahwa hampir setengah dari peserta adalah perempuan. Ini menjadi yang pertama untuk acara internasional sejak dimulai pada 1896 di Athena, Yunani.
Hal itu disampaikan Malia Bouattia, seorang aktivis dan mantan Presiden Persatuan Pelajar Nasional dan juga salah satu pendiri Jaringan Pelajar Bukan Tersangka/Pendidik bukan Informan. Malia menyampaikan pandangan ihwal Jerman, jilbab dan Muslimah, dalam sebuah opini yang dimuat di Aljazeera.
"Ketika Olimpiade yang digelar di Jepang tahun ini dipuji karena paling progresif, muncul pemberitaan yang menyeruak terkait pilihan pakaian olahraga pesenam wanita Jerman yang berusaha menantang baju ketat bikini yang diharapkan,"tulis Malia.
Menurut Malia, tim tersebut menarik perhatian media global ketika mereka mengenakan baju lengan panjang berkaki panjang, yang menurut salah satu peserta dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa setiap wanita, semua orang, harus memutuskan apa yang akan dikenakan.
"Mereka dielu-elukan karena menentang norma-norma seragam yang sering dipakai oleh atlet wanita, dan beberapa orang yang merasa tidak nyaman atau bahkan dilecehkan,"tulis Malia..