Sabtu 04 Sep 2021 04:06 WIB

Penyesalan Muhammad Ali kepada Malcolm X

Ali terkejut mendengar kematian Malcolm X.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Muhammad Ali
Foto:

Dari situlah Clay berevolusi di bawah pengaruh Malcolm X. Istri Malcolm X, Betty Shabazz, menyampaikan bagaimana suaminya senang dengan meningkatnya keterlibatan Clay dalam NOI.

Putri sulung Malcolm, Attallah, menjelaskan, "Hubungan ayah saya dengan dia (Clay) bukan sebagai perekrut untuk Bangsa seperti halnya satu individu bertemu dengan yang lain dan menyarankan dia dapat memiliki arahan dan pendukung. Ayah saya mencintai Cassius seperti seorang saudara laki-laki." 

Malcolm X memperkuat pengaruhnya atas anak didiknya dengan menugaskan seorang rekan, Archie Robinson, untuk membantu mengelola urusan sehari-hari petinju itu. Dan Clay, pada gilirannya, mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa dia berevolusi dari seorang penghibur yang sombong tetapi tidak berbahaya, menjadi seseorang yang bersedia membuat komentarnya sendiri.

Pada pertengahan Januari 1964, Malcolm X membawa istri dan tiga putrinya yang masih kecil ke Miami untuk mengunjungi Clay, kemudian dalam latihan untuk perebutan gelar kelas berat melawan juara menakutkan Sonny Liston. Menurut Blood Brothers, menteri Muslim Malcolm X ada di sana untuk meningkatkan kepercayaan diri Clay, petinju yang saat itu masih terbilang muda. Terutama saat menghadapi pertarungan paling penting dalam hidupnya. 

Malcolm berulang kali bersikeras bahwa Clay akan menang karena dia adalah orang yang benar-benar percaya kepada Allah. Namun, Malcolm X memiliki motif tambahan dalam pikirannya. Karena dia bertujuan untuk menunjukkan kepada pemimpin NOI, Elijah Muhammad, bahwa dia tidak dapat diusir dari NOI dengan mudah karena punya rekrutan yang semakin terkenal seperti Clay di sudutnya. Untuk diketahui, saat itu hubungan Elijah Muhammad dan Malcolm retak meski sama-sama ada di bawah organisasi NOI.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement