IHRAM.CO.ID, TEL AVIV – Putra Eks Menteri Luar Negeri Pertama dan Perdana Menteri Kedua Israel Yaakov Sharett (95 tahun) mengatakan negara Israel dilahirkan dalam dosa. Ucapan itu ia lontarkan dalam wawancara kepada Haaretz.
Dia mengkritik mentalitas negara Israel dan menentang aliyah, migrasi orang Yahudi ke Israel dan wilayah Palestina yang diduduki. Dia menyerukan adanya emigrasi dari Israel. Yaakov yang merupakan putra dari Moshe Sharett, salah satu orang yang menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Israel pada tahun 1948, meramalkan masa depan yang gelap bagi Israel.
“Saya mencapai usia saya dengan damai. Secara finansial, situasi saya layak. Namun, saya takut akan masa depan dan nasib cucu dan cicit saya,” kata Yaakov.
Yaakov menggambarkan dirinya sebagai kolaborator yang bertentangan dengan keinginannya. “Saya adalah kolaborator paksa dengan negara kriminal. Saya tidak punya tempat untuk pergi karena usia saya. Saya tidak bisa pergi kemana-mana dan itu mengganggu saya. Pengakuan ini tidak akan meninggalkan saya. Pengakuan bahwa pada akhirnya Israel adalah negara yang menduduki dan melecehkan orang lain,” ujar dia.
Keturunan Yaakov, seperti anak-anak hingga cucunya telah pindah ke New York. Dia merasa bahagia terhadap kehidupan mereka. Yaakov menceritakan konflik Israel dan Palestina dimulai saat zionisme meminta orang-orang Yahudi untuk pindah ke Israel dan mendirikan negara berdaulat.
Ketika Israel mulai menduduki Palestina, perlahan situasinya berubah. Mayoritas Arab kini menjadi minoritas dan sebaliknya, minoritas Yahudi menjadi mayoritas. Menurut dia, zionisme telah hilang karena melanggar janji. Agenda nasional Israel sekarang adalah darah, kematian, dan kekerasan.
Membawa orang-orang Yahudi yang tinggal di Uni Soviet ke Israel
Dilansir TRT World, Selasa (21/6), Yaakov Sharett lahir pada tahun 1927 di sebuah komunitas Yahudi di Palestina. Dia kuliah di Universitas Columbia dan Universitas Oxford dengan studi khusus Sovietologi dan belajar bahasa Rusia dengan fasih yang juga merupakan bahasa ibu ayahnya.
Pada 1960-an, ia pergi ke Uni Soviet untuk bekerja di Kedutaan Besar Israel di Moskow dan mendirikan serta memimpin Nativ, program pembangunan identitas Israel untuk tentara yang merupakan imigran tetapi merasa terputus dari akar Yahudi mereka.
Sharett bekerja sebagai sekretaris pertama di kedutaan dan berhubungan dengan orang-orang Yahudi yang memiliki kepentingan di Israel dan Zionisme. Namun, dia dikeluarkan dengan tuduhan spionase.
Dia diundang ke Riga untuk mengirim surat dari seseorang yang mengaku dirinya sebagai orang Yahudi tapi itu adalah jebakan. “Dua orang itu mengangkat saya tanpa mempertimbangkan saya memiliki kekebalan diplomatik,” ucap dia.
Dia tertangkap saat memata-matai, berkeliling ke berbagai bagian Uni Soviet untuk menjalin hubungan spionase dan mendistribusikan literatur ilegal anti-Soviet Zionis. Setelah kembali ke Israel, ia bekerja untuk intelijen militer di departemen Rusia yang baru. Sekarang dia mengungkapkan kekecewaannya atas migrasi Rusia.
“Orang-orang yang sangat saya inginkan datang ke sini ternyata kelompok sayap kanan dan nasionalis. Sekarang mereka beralih ke sisi yang paling fanatik dan ekstrem. Saya mengambil bagian dalam membawa musuh saya ke sini. Avigdor Lieberman adalah seorang pemukim. Secara politik, dia adalah musuh saya,” tambahnya.
Pada tanggal 15 Mei 1948, sekitar 750 ribu orang Palestina diusir ke kamp-kamp pengungsi yang masih ada di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah dan Lebanon setelah pembentukan Israel pada tahun 1948. Orang-orang Palestina sangat menderita ketika Tepi Barat dan Gaza jatuh ke tangan Israel selama perang 1967.
Jutaan orang Palestina, termasuk mereka yang mengungsi dengan berdirinya Israel, sekarang mendapati diri mereka harus hidup di bawah pendudukan militer, serta ekspansionisme Israel lebih lanjut di tanah mereka.
Menurut data Palestina, sekitar 640 ribu pemukim Yahudi sekarang tinggal di 196 pemukiman yang dibangun dengan persetujuan pemerintah Israel dan lebih dari 200 pos pemukim yang dibangun tanpa persetujuannya di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem Timur. Hukum internasional menganggap Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan dan menganggap semua aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di sana ilegal.