IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan alasan Indonesia mengakhiri perjanjian penurunan emisi gas rumah kaca REDD+ dengan Norwegia. Salah satunya karena tidak menemukan kesamaan prinsip terkait kewajiban pembayaran dana.
"Ini ditandatangani pada bulan Mei 2010, jadi sebetulnya pada Mei 2020 itu sudah berakhir. Oleh karena itu kita sebetulnya sudah mempelajari dan sudah ada join consultative grup antara Indonesia dan Norwegia untuk mempelajari perkembangan selanjutnya," kata Menteri LHK Siti dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI yang diikuti dari Jakarta pada Rabu (22/9).
Menurut Siti, selama proses tersebut dari Mei 2020 sampai dengan saat ini kedua negara tidak menemukan kesepakatan secara prinsip termasuk dalam insentif Result Based Payment atau pembayaran berdasarkan hasil. Dia menjelaskan, terdapat beberapa isu seperti aturan main dengan Norwegia seharusnya sudah harus membayarkan insentif Result Based Payment sesuai dengan kerja sama tersebut.
"Tetapi di dalam interaksinya mempersyaratkan banyak hal termasuk bagaimana BPDLH dievaluasi, padahal itu Perpres. Bagaimana ketentuan-ketentuan tentang dana lingkungan juga dievaluasi menurut aturan mereka dan sebagainya sehingga kita bisa melihat bahwa ada hal-hal yang sangat prinsip yang tidak ketemu oleh karena itu pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengakhiri perjanjian REDD+ dengan Norwegia yang disampaikan melalui Nota Diplomatik kepada Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di Jakarta, berdasarkan keterangan Kementerian Luar Negeri pada Jumat (10/9) lalu.
Dalam pernyataannya disebut keputusan itu diambil mempertimbangkan tidak adanya kemajuan konkret dalam implementasi kewajiban pemerintah Norwegia untuk merealisasikan pembayaran Result Based Payment atas realisasi pengurangan emisi Indonesia sebesar 11,2 juta ton CO2 ekuivalen pada 2016 dan 2017 yang sudah diverifikasi lembaga internasional.