IHRAM.CO.ID, LONDON – Pembunuhan guru Muslim Inggris Sabina Nessa telah menggegerkan publik, membangkitkan keprihatinan atas meningkatnya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di Inggris. Nessa yang merupakan guru berusia 28 tahun dari London selatan, ditemukan tewas di taman tenggara London pada Jumat.
Dia diyakini telah dibunuh saat berjalan kaki lima menit dari rumahnya ke sebuah pub lokal di mana dia akan bertemu dengan seorang temannya. Ratusan orang mengadakan acara pada Jumat malam di lingkungan Kidbrooke di London tenggara tempat Nessa tinggal dan mayatnya ditemukan.
Pada acara tersebut, saudara perempuan Nessa, Jebina Yasmin Islam mengungkapkan rasa sakitnya atas kehilangan saudara kandungannya. Dia menggambarkan Nessa merupakan sosok wanita yang jenius.
“Kami telah kehilangan saudara perempuan yang luar biasa. Orang tua saya kehilangan anak perempuan mereka dan anak perempuan saya telah kehilangan bibi yang begitu cerdas, penyayang, dan perhatian. Ini terasa seperti terjebak dalam mimpi buruk dan tidak ada jalan keluar,” kata Islam, dilansir About Islam, Selasa (28/9).
Catherine Middleton, Duchess of Cambridge membuat penghormatan kepada Nessa dalam sebuah unggahan di Twitternya pada Jumat. Dia sedih dengan hilangnya wanita muda tak berdosa di Inggris.
“Pikiran saya bersama keluarga dan teman-teman Nessa dan semua orang yang terkena dampak peristiwa tragis ini,” kata Kate dalam cicitannya.
Pada Ahad, Polisi Metropolitan London menangkap seorang pria berusia 36 tahun yang berhubungan dengan pembunuhan guru tersebut. Dia dicurigai telah membunuh Nessa sekitar pukul 03.00 pada Ahad (26/9) di East Sussex. Saat ini dia telah dibawa ke tahanan polisi.
“Keluarga Nessa telah diberitahu tentang perkembangan signifikan ini dan mereka terus didukung oleh petugas spesialis,” kata Kepala Detektif Inspektur Neil John.
Dua pria lain yang juga ditangkap pada pekan ini karena dicurigai melakukan pembunuhan telah dibebaskan sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut. Pembunuhan itu menggemakan pembunuhan tingkat tinggi pada bulan Maret terhadap Sarah Everard yang berusia 33 tahun yang memusatkan perhatian pada epidemi kekerasan terhadap perempuan.