Rabu 29 Sep 2021 23:00 WIB

KH Abdurrahman Syamsuri Sesepuh Pesantren Muhammadiyah (III)

KH Abdurrahman Syamsuri konsisten mengabdikan dirinya untuk syiar Islam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
 KH Abdurrahman Syamsuri
Foto:

Beberapa pekan kemudian, tepatnya pada 10 November 1945, pertempuran besar pun pecah di Surabaya. Bersama dengan Kiai Amin, Abdurrahman turut serta dalam barisan pejuang. Dengan gigih, dirinya bertempur untuk mengusir kekuatan yang hendak menjajah kembali Bumi Pertiwi. Waktu itu, usianya baru 20 tahun.

Kepercayaan Kiai Amin begitu besar kepada Kiai Abdurrahman hingga Kiai Amin menjodohkan dengan salah satu putrinya yang bernama Rahimah. Perempuan ini pernah belajar di Pondok Kranji, sama seperti dirinya. Pada 1949, Kiai Amin meninggal dunia. Meskipun pernikahan dengan Rahimah tidak bertahan, dirinya tetap menjalin hubungan kekerabatan dengan keluarga besar almarhum.

Bahkan, Kiai Abdurrahman akhirnya menikahkan salah satu putrinya, Zakiyah, dengan putra Kiai Amin yang bernama Muhammad Sabiq. Jejak perjuangannya juga tampak pada peristiwa menjelang runtuhnya Orde Lama. Waktu itu, rezim Sukarno begitu dekat dengan Partai Komunisme Indonesia (PKI).

Belakangan, pecah pemberontakan G30S/PKI pada 30 September 1965. Di berbagai daerah, militer, khususnya Angkatan Darat, meminta bantuan kepada kalangan pesantren untuk memadamkan dampak kup itu. Di Lamongan, Kiai Abdurrahman menjadi ketua komando strategi yang bertujuan melawan sisa-sisa kekuatan PKI setempat.

 

Pondok Pesantren Karangasem yang diasuhnya juga difungsikan sebagai salah satu pusat mobilitas pejuang dalam menghadapi keganasan kaum komunis di wilayah Pantai Utara Jawa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement