IHRAM.CO.ID, WASHINGTON— Amerika Serikat menyebut prihatin dan kecewa dengan pelanggaran Tunisia terhadap kebebasan pers dan dalam berekspresi. Kritik ini sebagai reaksi atas penutupan sebuah stasiun televisi Tunisia oleh pemerintah.
Dilansir dari The New Arab, pihak berwenang menyita peralatan Zitouna TV yang dianggap dekat dengan partai oposisi yang diilhami Islam, Ennahdha. Otoritas menyebut stasiun televisi itu beroperasi secara ilegal.
"Kami prihatin dan kecewa dengan laporan terbaru dari Tunisia tentang pelanggaran kebebasan pers dan berekspresi," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price kepada wartawan.
Dia meminta pemerintah Tunisia untuk "menegakkan komitmennya untuk menghormati hak asasi manusia sebagaimana digariskan dalam konstitusi Tunisia. Terutama karena hal ini sejalan dengan keputusan Presiden Kais Saied, September lalu.
"Kami juga mendesak Presiden Tunisia dan Perdana Menteri baru untuk menanggapi seruan rakyat Tunisia untuk peta jalan yang jelas untuk kembali ke proses demokrasi yang transparan yang melibatkan masyarakat sipil dan suara politik yang beragam," kata Price.
Saied pada Juli menangguhkan Parlemen dan memecat pemerintah yang didukung Ennahdha. Langkah yang disebut dilakukan untuk meredam kemarahan publik yang meningkat selama berbulan-bulan atas krisis ekonomi dan pandemi Covid-19.
Seorang utusan Amerika Serikat tak lama kemudian terbang ke Tunis untuk menemui Saied, yang bersikeras bahwa dia menanggapi keinginan rakyat dan akan menjaga kebebasan dan demokrasi.
Gejolak politik di negara itu dinilai beberapa pendukung demokrasi sebuah kemunduran. Padahal Tunisia adalah tempat kelahiran pemberontakan Musim Semi Arab satu dekade lalu, sebagai kisah sukses yang langka dalam membalik halaman tentang otoritarianisme.