Kamis 14 Oct 2021 06:10 WIB

Materialisme Jadi Tantangan Komunitas Muslim di Barat

Materialisme jadi kekhawatiran keluarga Muslim di Barat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah umat Muslim usai melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Foto:

"Mereka mungkin tidak kehilangan iman mereka sama sekali, tetapi mereka kehilangan identitas yang koheren berdasarkan iman itu. Mereka menjadi pengembara budaya. Trauma psikologis yang ditimbulkan pada orang-orang muda ini dapat memiliki efek samping yang jauh lebih buruk," katanya.

Menurut Akyol, seperti yang terjadi pada tragedi 11 September, krisis identitas dapat mengubah beberapa pemuda Muslim menjadi teroris. Mencari suaka dari kesusahan yang mereka rasakan karena menjadi Muslim yang murtad, mereka pikir dapat menemukan kedamaian dalam ideologi politik radikal, semacam nihilisme nekrofilik, yang tersembunyi di balik jubah Islam.

"Kehidupan Barat yang penuh warna yang kita sebut modernitas mungkin tidak sepenuhnya buruk, tetapi hanya dalam beberapa aspeknya. Mungkin tidak ada masalah dalam mengenakan celana jins, makan makanan cepat saji—meskipun masalah kesehatan—atau mendengarkan musik pop selama seseorang tahu bahwa Tuhan itu ada dan bahwa ia memiliki kewajiban moral kepada-Nya,"kata dia. 

Akyol menjelaskan, jika seorang muda memperoleh kesadaran ini, pada kenyataannya, dia akan lebih kuat dan percaya diri di dunia modern, dengan terbuka terhadap peluang dan penawarannya, tetapi secara sadar menyadari perlunya mempertahankan integritas dan standar moralnya. Begitu seorang mukmin berdiri kokoh di tanah imannya, dia tidak perlu menutup pintu terhadap budaya asing. Ketika dia telah mencapai kesadaran Tuhan yang berkelanjutan, maka dia berjalan bersama Tuhan di setiap jalan yang terbuka untuknya.

"Ya, tetapi bagaimana Muslim mencapai kesadaran itu? Untuk menemukan jawabannya, pertama-tama kita harus memahami masalah yang kita hadapi," jelasnya Akyol.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement