Kamis 14 Oct 2021 06:10 WIB

Materialisme Jadi Tantangan Komunitas Muslim di Barat

Materialisme jadi kekhawatiran keluarga Muslim di Barat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah umat Muslim usai melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Foto:

Karena itu, Akyol menyampaikan, Alquran menekankan irasionalitas penyangkalan manusia terhadap Tuhan. Namun pertemuan paling tajam antara Islam dan materialisme terjadi ketika Muslim abad pertengahan membaca karya-karya para filsuf Yunani kuno dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Beberapa dari orang Yunani kuno itu adalah materialis. Mereka berpendapat bahwa alam semesta tidak memiliki awal, bahwa ia ada sejak kekekalan.

Teori-teori materialis dengan cepat menjadi pandangan dunia kaum intelektual Turki dan paradigma yang berkuasa dalam sistem pendidikan negara itu. Inilah sebabnya Said Nursi (1878-1960), mungkin cendekiawan Muslim paling berpengaruh di Turki sepanjang abad ke-20, sangat menekankan perjuangan melawan materialisme.

Selama Perang Dunia Kedua, Said Nursi mendesak para pengikutnya untuk berkonsentrasi pada perang yang lebih besar, perang gagasan. Masalah terbesar, menurut Said Nursi, adalah bahwa banyak yang kehilangan iman mereka karena wabah materialisme.

Materialisme adalah masalah yang dihadapi umat Islam dengan dunia modern, dan itu adalah pandangan dunia yang harus Muslim lawan. Muslim seharusnya tidak keberatan dengan sains dan teknologi modern, seni dan estetika, hal-hal baik dalam kehidupan dan masyarakat terbuka. "Keberatan kita seharusnya melawan wabah intelektual yang menyerang hidup kita dan membuat orang percaya pada dunia yang tidak bertuhan," ujarnya. 

"Jadi cara untuk menyelamatkan iman kita dan keluarga kita di dunia modern bukanlah dengan menjauhkan mereka darinya, tetapi dengan memahami dan menyangkal kesalahpahaman yang mendasarinya. Ini akan memberi kita martabat dan integritas, dan dapat membantu orang lain untuk melihat realitas tertinggi," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement