IHRAM.CO.ID, SURABAYA -- Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana mengatakan, pandemi Covid-19 berkepanjangan memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan gaya hidup baru. Perubahan kebiasaan tersebut, kata dia, tidak jarang menyebabkan banyak masyarakat kesulitan beradaptasi. Bahkan, banyak dari mereka yang melaporkan diri mengalami berbagai gangguan psikologis selama pandemi Covid-19 ini.
Berdasarkan laporan layanan SEJIWA, platform penyedia konsultasi psikologi, banyak kasus seperti gangguan kognisi, gangguan emosi dan afeksi, gangguan perilaku, serta gangguan psikosomatis, yang dialami masyarakat Indonesia selama pandemi ini. Ia menjelaskan, untuk gangguan fisik yang arahnya psikosomatis, lebih disebabkan karena budaya kolektif masyarakat Indonesia yang menyebabkan mereka malu mengakui bahwa diri sendiri punya keluhan terkait gangguan psikologis.
“Jadi, (gangguan) fisik itu merupakan manifestasi dari beberapa perasaan emosi yang dirasakan,” kata Atika di Surabaya, Kamis (14/10).
Terkait dengan gangguan-gangguan psikologis tersebut, dosen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental itu menegaskan pentingnya deteksi dini terhadap gangguan psikologis. Atika melanjutkan, semua orang pada akhirnya punya tanggung jawab untuk memperhatikan lingkungan terdekatnya serta menjadi lebih peka terhadap perubahan perilaku dan perubahan emosi yang ditunjukkan oleh orang-orang terdekat mereka.
Berbagai perubahan yang dimaksud, misalnya menarik diri secara sosial, menurunnya motivasi untuk mengerjakan hal-hal yang bahkan sebelumnya merupakan hobi mereka, serta perubahan emosi yang ekstrem. “Sebagai orang yang nonprofesional, kita bisa kok mendekati, mendengarkan, serta memberi perhatian. Banyak orang yang cukup terbantu dengan dukungan awal yang diberikan oleh orang-orang terdekatnya seperti kita menyediakan diri untuk menjadi teman curhat,” ujar Atika.
Namun demikian, lanjut Atika, jika perubahan-perubahan perilaku yang dialami cenderung menetap dan bahkan membahayakan diri sendiri serta orang lain, maka sudah seharusnya untuk mencari bantuan profesional. Ia mengingatkan, merawat diri sendiri itu penting. Namun, kata dia, ketika dirasa ada gangguan yang tidak cukup diselesaikan hanya dengan self care, tidak ada salahnya untuk mencari bantuan profesional.
"Kadang-kadang orang berpikir ‘ah, ini hanya karena pandemi jadi mood saya berantakan. KKalau kita merasa nggak oke, itu sangat oke sekali kalau mencari bantuan. Sekarang layanan juga lebih mudah dan banyak dijangkau karena sifatnya virtual,” kata Atika.
Mengenai bantuan profesional, kata Atika, banyak dari masyarakat bingung apakah harus mendatangi psikolog atau psikiater. Atika menjelaskan, layanan-layanan psikolog dan psikiater itu sebenarnya sangat dekat dan bisa saling bekerja sama. Oleh karena itu, masyarakat bisa memilih salah satu dari dua tenaga profesional tersebut.