IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Sudah menjadi suatu hal yang biasa anak yatim tersingkir dan terkucil dalam kehidupan sehari-hari termasuk termasuk akses pendidikan.
Terkucil dan ke tersingkirkan itu juga pernah dialami Nabi Muhammad ﷺ saat masih muda ia tidak bisa mengakses pendidikan seperti halnya anak-anak muda bangsawan yang lain.
"Dan seolah tidak ikut sertanya beliau belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari anak-anak bangsawan menyebabkan beliau lebih keras lagi ingin memiliki pengetahuan," tulis Husen Haekal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Karena jiwanya yang besar, yang kemudian pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia. Jiwa besar yang selalu mendambakan kesempurnaan terpancar dalam diri Muhammad ﷺ muda yang kelak menjadi pemimpin dunia akhirat sebagai penutup para nabi. "Itu jugalah yang menyebabkan beliau menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Makkah," katanya.
Dia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran.
Kenyataan ini dibuktikan julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. "Itu sebabnya, sejak masa dia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Makkah semua memanggilnya Al-Amin (artinya ‘yang dapat dipercaya’). “
Haekal menambahkan yang menyebabkan beliau lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Beliau menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah.
Dengan rasa gembira beliau menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya beliau berkata, “Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi, “Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.”
Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya. Beliau menerawang dalam suasana alam demikian itu, karena beliau ingin melihat sesuatu di balik semua itu.
Dalam pelbagai manifestasi alam beliau mencari suatu penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Beliau melihat dirinya sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, beliau melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu.
Bukankah juga beliau menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti kematian? Bukankah beliau dihidupkan sinar matahari, bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan bintang-bintang dan dengan seluruh alam?
Bintang-bintang dan semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan, matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan mendahului siang.
Apabila kelompok kambing yang ada di depan Muhammad ﷺ itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan sampai, selama tugasnya di pedalaman itu, ada domba yang sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan alam yang begitu kuat ini?
Pemikiran dan permenungan demikian membuat beliau jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi.
Beliau berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya. "Oleh karena itu, dalam perbuatan dan tingkah lakunya Muhammad ﷺ terhindar dari segala penodaan nama yang sudah diberikan kepadanya penduduk Makkah, dan memang begitu adanya Al-Amin," katanya.