IHRAM.CO.ID, LONDON -- Selma Tobah, kolumnis untuk The London Free Times, menulis ihwal pernyataan seorang calon walikota Quebec City yang baru-baru ini dilaporkan menyebut Islam sebagai kanker di Quebec. Meskipun tanggapannya menjengkelkan, menurut Tobah, itu tidak mengejutkan mengingat kebencian anti-Muslim telah lama meningkat secara mematikan.
"Seperti yang telah ditunjukkan banyak orang, salah satu sumber paling jelas dari Islamofobia yang dilembagakan di Quebec adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) 21, undang-undang sekularisme pemerintah Legault yang melarang pegawai sektor publik mengenakan simbol agama. Ketika RUU 21 mempengaruhi komunitas di luar Muslim, pendahulunya, RUU 62 yang sekarang ditangguhkan, berusaha melarang wanita Muslim menutupi wajah mereka dengan niqab,"kata Tobah.
Menurutnya, pembukaan cadar bagi wanita muslimah bukanlah fenomena baru. Ini adalah waktu kembali ke penjajahan Eropa negara-negara Muslim. Melalui tahun 1800-an di tanah yang dijajah oleh Prancis dan Inggris di Timur Tengah dan Afrika Utara, pemerintah kolonial berusaha untuk melecehkan wanita Muslim.
"Otoritas Inggris di Mesir, misalnya, menunjuk cadar perempuan sebagai bukti inferioritas orang Mesir. Di Aljazair yang diduduki, otoritas Prancis menganggap pembukaan cadar perempuan Aljazair sebagai bagian dari proyek peradaban mereka," ungkap Tobah.
Penjajahan Prancis di Aljazair, dan perang panjangnya untuk kemerdekaan, memiliki dampak yang berkelanjutan pada cara pandang Muslim. Media politik dan budaya Prancis menggambarkan Aljazair sebagai orang yang layak ditaklukkan karena budaya dan pemikiran mereka yang terbelakang.