Rabu 10 Nov 2021 13:55 WIB

Bergesernya Minat Belajar Bahasa Warga Palestina

Warga Palestina lebih tertarik mempelajari Bahasa Inggris daripada bahasa Turki

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Seorang pria memegang bendera Turki di depan Museum Hagia Sophia di Istanbul, Turki
Foto:

Ahmad Abu Tarabish, seorang peneliti Palestina yang berbasis di Turki mengatakan ada beberapa faktor di balik keengganan warga Palestina untuk bekerja, tinggal atau belajar di Turki, terutama karena virus corona dan memberlakukan pembatasan perjalanan. Kemudian krisis keuangan dan ekonomi Turki yang memburuk sejak pertengahan 2018 hingga saat ini.

“Dengan tingkat pengangguran 12 persen, inflasi mencapai 20 persen dan mata uang lokal telah kehilangan hampir dua pertiga nilainya, warga Gaza menemukan bahwa mereka memiliki lebih sedikit peluang untuk pindah ke Turki, terutama mengingat indikator ekonomi ini," jas Abu Tarabish.

Pemerintah Turki masih berkomitmen pada pendiriannya dalam solidaritas dengan Palestina, terutama Jalur Gaza yang terkepung. Turki terus memompa bantuan di wilayah Palestina di semua tingkatan, terutama untuk mendukung layanan bantuan dan infrastruktur.

Pada 31 Oktober, Yayasan Bantuan Kemanusiaan Turki (IHH) memberikan bantuan kepada 100 keluarga yang terkena dampak agresi Israel baru-baru ini di Jalur Gaza. Menurut Osama Abu Nahl, seorang profesor politik dan hubungan internasional di Universitas Al-Azhar di Gaza, mengatakan sejak 2010, Turki telah membuka pintunya bagi warga Palestina dan warga lainnya, sebagai bagian dari keterbukaannya terhadap dunia Arab, yang mendorong orang-orang Palestina untuk belajar bahasa Turki. "Namun situasinya telah berubah baru-baru ini, terutama situasi ekonomi dan devaluasi mata uang,” kata dia.

Menurutnya, devaluasi mata uang telah berdampak negatif bagi warga negara dan ekspatriat Turki, sehingga menyulitkan mereka untuk menyimpan dan menukar uang ke mata uang keras sebelum mentransfernya ke keluarga mereka di rumah, apalagi menutupi pengeluaran mereka sendiri di Turki.

"Saat ini Turki tidak lain adalah koridor transit ke Eropa bagi banyak orang Palestina yang tiba di sana. Inilah sebabnya mengapa mereka tidak perlu lagi belajar bahasa karena mereka tidak berniat untuk tinggal di sana," tanbah Abu Nahl.

Namun demikian dia menegaskan, bahwa Turki masih ingin memiliki hubungan baik dengan Palestina, baik dengan Otoritas Palestina atau gerakan perlawanan seperti Hamas, karena Turki ingin menjadi pemimpin di kawasan dan mempengaruhi perjuangan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement