Kamis 11 Nov 2021 13:17 WIB

Prancis Protes, Kampanye Rayakan Jilbab Berakhir

Kampanye untuk melawan diskriminasi muslimah berhenti setelah protes Prancis

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Akun kampanye melepas jilbab di Facebook
Foto: fb
Akun kampanye melepas jilbab di Facebook

IHRAM.CO.ID, PARIS – Kampanye keragaman yang dirancang untuk melawan diskriminasi terhadap wanita Muslim Eropa termasuk yang mengenakan jilbab telah dihentikan setelah mendapat reaksi di Prancis. Dewan Eropa mengatakan kampanye tumbuh dari upaya organisasi pemuda Muslim di Eropa untuk membangun rasa hormat terhadap wanita Muslim di tengah meningkatnya Islamofobia.

Slogan yang bertuliskan “Rayakan keragaman dan hormati jilbab” dipromosikan di bawah tagar #WECAN4HRS. Selain itu, ada gambar wanita Eropa keturunan Afrika yang dibagikan dengan tagline “Jilbabku adalah keputusanku.”

Namun, di Prancis, penutup wajah penuh seperti burqa atau niqab dilarang penggunaannya di tempat umum pada 2010. Atas dasar itu, pejabat Prancis memprotes kampanye tersebut.

“Ini harus dikutuk dan Prancis memperjelas ketidaksetujuannya,” kata Politisi Prancis Sarah El Haïry. Pemerintah Prancis mengajukan protes resmi kepada Dewan Eropa sebelum kampanye.

Awal tahun ini, sebuah lembaga Uni Eropa memutuskan bahwa perusahaan-perusahaan Eropa dapat melarang wanita mengenakan jilbab dalam keadaan tertentu. Seorang juru bicara Dewan Eropa mengatakan kepada BBC organisasi tersebut telah menghapus cicitan kampanye dan menyiapkan presentasi proyek yang lebih baik lagi.

“Cicitan tersebut mencerminkan pernyataan yang dibuat oleh peserta individu di salah satu lokakarya proyek dan tidak mewakili pandangan Dewan Eropa atau Sekretaris Jenderalnya Marija Pejcinovic Buric,” kata juru bicara itu.

Dengan pemilihan presiden Prancis yang dijadwalkan tahun 2022, politisi sayap kanan dan kandidat potensial memanfaatkan kampanye tersebut. Komentator Politik dan Calon Presiden Eric Zemmour mengatakan kampanye itu sebagai penutupan orang Eropa.

Sementara Eks Kandidat Presiden Marie Le Pen menyebut kampanye itu sebagai skandal dan tidak senonoh. Meskipun Le Pen tidak lagi mengepalai partai, dia tetap menjadi anggota majelis nasional dan politisi berpengaruh.

Dilansir Religion News, Kamis (11/11), slogan dan kampanye tumbuh dari dua lokakarya daring yang diadakan pada bulan September dan diselenggarakan bekerja sama dengan Forum Organisasi Pemuda dan Mahasiswa Muslim Eropa (FEMYSO). “Setiap orang harus bebas memakai apa yang mereka inginkan. Wanita Muslim dilarang mengenakan jilbab dan dikecualikan dari tempat kerja dan pendidikan,” kata FEMYSO dalam serangkaian cicitan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement