Menag mengatakan, dengan dangkalnya sumber pengetahuan agama itu, akan muncul pembacaan tekstual terutama dalam memahami ayat-ayat suci yang disertai dengan fanatisme berlebihan. Sehingga seringkali mengarah kepada eksklusivisme dan ekstrimisme bahkan tindakan-tindakan terorisme.
"Pada posisi ini saya kira moderasi beragama menemukan urgensi untuk terus disampaikan dan diinternalisasikan ke dalam masyarakat umat beragama," jelasnya.
Menag mengatakan, moderasi beragama sesungguhnya adalah penguatan cara pandang, sikap dan praktek beragama dalam kehidupan bersama. Dengan cara mengaktualisasikan substansi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Berlandaskan prinsip yang adil, berimbang dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan bersama.
Di seminar yang sama, mewakili Presiden Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, tantangan utama bangsa Indonesia saat ini adalah globalisasi dan kehadiran revolusi industri 4.0. Teknologi digital telah menerobos masuk jauh ke ranah pribadi, menghadirkan segala Informasi yang tidak terbendung. Maka nilai-nilai budaya dan sosial menjadi terancam.
"Persoalan lain adalah mentalitas yang belum terbangun sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, kita juga menghadapi ancaman perubahan situasi geopolitik global, meluasnya peran dan kekuatan pertahanan dan pengaruh negara-negara asing," ujarnya.