IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan tak tahu tersangka kasus tindak pidana terorisme AZ ternyata masuk dalam struktur Komisi Fatwa.
Polisi menangkap AZ, yang merupakan anggota komisi fatwa MUI, karena diduga berperan sebagai Dewan Syuro kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
"Ketika memasukkan nama yang bersangkutan sebagai anggota Komisi Fatwa MUI, kita tidak mengetahuinya," kata Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI Pusat, Muhammad Makmun Rasyid dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta pada Kamis lalu, seperti dikutip Anadolu Agency.
Rasyid kemudian menekankan AZ hanyalah anggota Komisi Fatwa dan tidak memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan fatwa-fatwa yang diterbitkan MUI selama ini.
"Selama ini dalam seluruh proses pembentukan atau mengeluarkan fatwa, beliau berstatus sebagai anggota. Artinya, tidak memiliki hak suara penuh," ujar Rasyid.
Rasyid menyampaikan MUI memang memberi kesempatan kepada AZ mengutarakan pandangannya dalam proses pembuatan fatwa.
Namun, pandangannya itu tidak pernah mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan MUI.
"Di dalam proses pembuatan fatwa, yang bersangkutan hanya memberikan perspektifnya, tetapi tidak mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI itu sendiri," tutur dia.
Sebelumnya, MUI menegaskan tak terkait dengan dugaan keterlibatan AZ di kasus terorisme dan hal tersebut merupakan merupakan urusan pribadi yang bersangkutan.
MUI menegaskan komitmennya mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindakan terorisme.
"MUI menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum dan meminta agar aparat bekerja secara profesional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah dan dipenuhi hak-hak yang bersangkutan untuk mendapatkan perlakuan hukum yang baik dan adil," terang keterangan dari MUI.
Selasa lalu, Polisi menangkap tiga orang pendakwah atas dugaan tindak pidana terorisme antara lain FAO, AZ, dan AA karena terlibat dengan lembaga yang disinyalir terkait Jamaah Islamiyah.
Ismar Syarifuddin, kuasa hukum FAO melayangkan surat keberatan langsung kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lantaran penindakan Detasemen Khusus 88 terhadap ulama tersebut.
Ismar meminta kepolisian agar upaya penegakan hukum yang dilakukan atas kliennya tersebut sesuai dengan aturan dalam perundang-undangan.
Dia juga menegaskan bahwa bahwa FAO berhak mendapatkan pendampingan hukum sehingga perlu diketahui keberadaannya.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap penangkapan ketiga orang tersebut oleh jajaran Densus 88 Antiteror Polri tak mencuatkan isu-isu yang berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah publik.
"Masyarakat jangan sampai juga terprovokasi dan terbawa isu-isu yang akhirnya kita menjadi kontraproduktif dan gaduh karena soal ini," kata Haedar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bantul, DIY, Kamis.
Pihaknya menyerahkan urusan ketiganya kepada kepolisian dengan harapan aparat bisa bekerja secara adil serta objektif demi menjaga stabilitas masyarakat.
"Saya percaya kepolisian akan betul-betul seksama mengatasinya," tegas Haedar.