IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mencatat ada 18.752 jamaah yang telah memiliki visa dan siap diberangkatkan ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah umroh. Jamaah perlu diberi tahu bahwa penyelenggaraan ibadah umroh di masa pandemi berbeda dengan sebelum pandemi.
"Jamaah perlu diberi tahu kondisi umroh saat ini jauh berbeda dengan saat mereka mendaftar dua tahun lalu," kata anggota Pembinaan GAPHURA, Muharom Ahmad saat dihubungi Republika, Selasa (30/11).
Muharom menuturkan, sesuai aturan terbaru Saudi bahwa yang divaksin Sinovac harus karantina dulu tiga hari. Jika hasil PCR pada 48 jam setelah kedatangan negatif baru boleh umroh, tapi jika positif harua karantina lagi sampai hasil PCR nya negatif.
"Dalam aspek keuangan, apakah jamaah sudah tahu dan mampu memenuhi biaya baru yang jauh lebih mahal dari biaya yang dia setujui saat mendaftar dua tahun lalu," katanya.
Gaphura, tidak setuju dengan pernyataan Kementerian Agama bahwa pengurusan visa, akomodasi dan penerbangan diurus dan dijadwalkan Kemenag. Pernyataan Menag itu disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (30/11).
"Hal utama adalah siapa penyelenggara umrohnya ? Karena apa yang disampaikan Menag pada Raker dengan Komisi 8 hari ini (Selasa, 30/12) terkesan Kemenag yang menyelenggarakan Umroh. Hal ini ditunjukan dalam paparan Menag bahwa pengurusan visa, akomodasi dan penerbangan diurua dan dijadwalkan Kemenag. Jika itu yang akan terjadi maka tambah hancurlah keadaan keekonomian PPIU," katanya.
Muharom menuturkan, sebagaimana sudah dilaporkan kepada Kemenag bahwa dana jamaah sudah diserahkan PPIU ke berbagai mitra penyedia visa, penerbangan dan akomodasi. Maka jika pengurusan visa, akomodasi dan penerbangan dikelola Kemenag, belum tentu dana deposit PPIU bisa dimanfaatkan karena perbedaan antara yang di DP oleh PPIU dan yang ditetapkan Kemenag.
Untuk itu Muharom menyaran Kebijakan One Gate Policy (OGP) perlu kajian bersama lebih jauh dalam aspek teknis pelaksanaannya. Jangan sampai maksud baik Kemenag pada aspek kepastian test PCR sulit dilaksanakan di lapangan.
"Karena benturan dengan status dan situasi PPIU yang sudah memiliki kontrak dan komitmen dengan mitranya di Saudi," katanya.