Insiden penembakan itu terjadi di dekat Gerbang Damaskus di luar Kota Tua Yerusalem. Wilayah ini kerap menjadi tempat demonstrasi dan bentrokan. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat puluhan serangan di sekitar Kota Tua. Hampir semua serangan dilakukan oleh individu Palestina yang tidak memiliki hubungan dengan kelompok bersenjata.
Palestina dan kelompok hak asasi Israel mengatakan, pasukan keamanan terkadang menggunakan kekuatan berlebihan dalam menanggapi serangan. Termasuk membunuh tersangka penyerang, yang semestinya bisa saja ditangkap atau yang tidak menimbulkan ancaman langsung bagi pasukan keamanan.
Kelompok hak asasi juga mengatakan, Israel jarang meminta pertanggungjawaban anggota pasukan keamanannya atas penembakan mematikan terhadap warga Palestina. Investigasi seringkali berakhir tanpa dakwaan atau hukuman ringan. Bahkan dalam banyak kasus, mereka tidak memanggil saksi. Israel mengatakan, pasukan keamanannya melakukan segala upaya untuk menghindari melukai warga sipil dan menyelidiki dugaan pelanggaran.
Dalam kasus 2016, tentara Israel Elor Azaria tertangkap kamera menembak seorang penyerang Palestina yang terluka dan telah terbaring di tanah. Azaria kemudian menjalani dua pertiga dari hukuman 14 bulan, karena pembunuhan yang sembrono.
Kasusnya secara tajam memecah belah orang Israel. Militer Israel menilai Azaria melanggar kode etik. Sementara sebagian besar orang Israel, terutama sayap kanan nasionalis membela tindakan Azaria.
Sementara, dalam kasus terbaru seorang petugas Polisi Perbatasan didakwa melakukan pembunuhan, karena menenbak mati seorang pria Palestina di Kota Tua Yerusalem tahun lalu. Pria Palestina yang ditembak mati tersebut diketahui menderita autisme.