IHRAM.CO.ID, KAMPALA -- Orang-orang di Uganda masih berusaha mengembalikan kehidupannya ke kondisi normal, pasca bom bunuh diri kembar yang terjadi 16 November lalu. Di sisi lain, komunitas Muslim berjuang untuk melakukan navigasi segera setelahnya.
Setelah kejadian itu, negara dipenuhi dengan penangkapan brutal, penculikan dan pembunuhan tersangka teror, yang sebagian besar Muslim terkait dengan pemberontak Allied Democratic Forces (ADF).
Serangkaian kejadian penangkapan tersebut telah memicu ketegangan dalam komunitas Muslim. Dalam sebuah khotbah Jumat yang emosional bulan lalu, Sheikh Salim Bbosa, imam tetap Masjid Jamia, Kyengera, memperingatkan jamaah Muslimnya.
"Kita bisa mati kapan saja, karena penyakit atau dibunuh," ujar dia dikutip di Observer, Rabu (15/12).
Tak hanya itu, dia juga membuat sebuah pengumuman besar lainnya. Imam Bbosa mengatakan telah berhenti mengajar kelas Darusu di masjid, untuk menghindari disalahartikan sebagai aksi pencucian otak pemuda Muslim.
Kelas Darusu adalah kegiatan yang setara dengan katekisasi dalam iman Kristen. Selama pengajaran, para syekh dan imam mengajar kaum muda Muslim tentang norma-norma Islam dan bagaimana menumbuhkan iman.
Akan tetapi, menurut para syekh kelas Darusu di kalangan resmi pemerintah dipandang sebagai pemimpin sekolah madrasah, yang memiliki sejarah panjang dan kaya dalam mengajarkan Islam.
Setelah kelahiran Islam pada abad ketujuh, Muslim yang menginginkan pendidikan agama bergabung dengan lingkaran belajar di masjid-masjid. Menurut situs web Giving COMPASS, dalam kegiatan itu guru atau syekh yang ada akan memberikan instruksi.
Pada abad ke-11, madrasah adalah pusat pembelajaran mandiri yang mapan dengan beberapa fitur yang mereka pertahankan saat ini. Madrasah umumnya mengajarkan perhitungan, tata bahasa dan puisi, sejarah, serta terutama Alquran dan hukum syariah.
Sekolah-sekolah ini menyebar dengan cepat. Mereka lah yang kemudian dituduh di Uganda meradikalisasi pemuda Muslim, terutama setelah munculnya ADF dengan aktivitas pembunuhan dan terornya.
"Seruan saya kepada Anda (jamaah di Masjid Jamia, Kyengera) dan semua Muslim, adalah untuk bersabar dan tenang dalam menghadapi situasi yang berlaku di negara ini; terhindar dari tindakan kriminal. Mari kita lindungi diri kita dan hindari orang jahat," ujar Imam Bbosa.
Ia juga memperingatkan Muslim agar tidak sembarangan meminjamkan ponselnya kepada orang yang tidak dikenal. Orang yang memiliki niat buruk biasanya tidak memiliki telepon dan meminjamkannya kepada mereka bisa menempatkan diri dalam posisi yang buruk.
"Kedua, dengan rasa sakit yang terlalu banyak, saya menangguhkan semua kelas Darusu yang saya adakan di semua masjid dan platform media lainnya tanpa batas waktu, sampai saat Tuhan akan menjaga kita tetap hidup,” lanjutnya.
Tak hanya itu, ia lantas berpesan kepada Muslim Kyengera, jika suatu hari nanti ia meninggal dunia dalam kondisi apapun, jamaah lah yang harus bertanggung jawab atas mayatnya. Semua ritual harus dilakukan, yang akan dibawakan oleh para tetua, yaitu Syekh Kassim Kiyingi, Syekh Abdul Razak Ddumba dan Syekh Abdullah Sserunjogi.
Darusus Bbosa sangat populer. Khotbahnya khusus membahas terutama pada isu-isu sosial dan interaktif, dimana sebagian besar diisi dengan sesi tanya jawab. Bbosa tidak sendirian dalam menangguhkan kelas Darusu. Banyak syekh lain telah mengumumkan pennagguhannya dengan diam-diam dalam beberapa minggu terakhir.