IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Kewajiban ibadah haji hanya bagi mereka yang mampu atau Istithaah. Menurut Mazhab Hanafi setidaknya ada tiga kemampuan yang haru dimiliki seseorang jika ingin menjalankan ibadah haji.
"Mampu dalam hal perbekalan dan kendaraan, sehat jasmani, jalan yang dilalui aman," tulis Syaikh Sa'id bin Abdul Qadir Salim Basyanfar dalam kitabnya Al-Mughnie.
1. Istithaah perbekalan dan kendaraan
Kemampuan atau Istithaah perbekalan dan kendaraan adalah biaya yang mencukupi dimiliki jamaah haji sejak berangkat hingga pulang kembali tanpa berlebihan dan kekurangan. Perbekalan ini mencakup untuk berkendaraan atau berjalan kaki.
Namun, seandainya ia mampu berangkat dengan berjalan kaki tetapi ia biasa meminta-minta kepada orang lain, tidak wajib baginya menunaikan ibadah haji. "Seperti tidak wajibnya menunaikan ibadah haji bagi orang yang diberi kemudahan/fasilitas dalam perbekalan dan kendaraan-terlepas dari cara mendapatkan fasilitas itu: dengan tidak mengandung unsur pemberian/anugerah (seperti dari orangtua/anak) atau memang ada unsur pemberian/anugerah (seperti dari orang lain).
Adapun bagi penduduk kota Makkah dan sekitamya, bagi mereka tidak ada syarat kendaraan. Bahkan, mereka wajib berhaji kapan saja mereka mampu dan mereka tidak mendapat kendala tambahan dengan menunaikan haji.
2. Isitithaah jasmani
Menurut pendapat Imam Hanafi, ibadah haji tidak wajib bagi orang sakit, ketika sakitnya menahun. Seperti tidak dapat duduk, orang buta dan penyakit lainnya yang tidak dapat disembuhkan. Sedangkan ulama lainnya dari mazhab Hanafi sendiri mempunyai pendapat yang berbeda.
"Ada pembahasan secara khusus terkait ibadah haji bagi orang buta, orang tua bangka yang tidak mampu duduk di kendaraan, orang tahanan, dan orang yang kena cekal/larangan penguasa yang zalim, otoriter untuk menunaikan haji."
3. Istithaah Perjalanan (aman)
Menurut satu pendapat, amannya perjalanan termasuk di antara syarat wajib haji. Adapun menurut pendapat yang lain, amannya perjalanan termasuk syarat adaan (pelaksanaan ibadah haji).