IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Prof Ahmad Satori Ismail menilai, ceramah yang mencangkup masalah perbedaan pendapat, pandangan dan sikap (khilafiyah) seharusnya disampaikan dengan bahasa yang halus agar terhindar dari kesalahpahaman dan perpecahan. Menurutnya, perpecahan disebabkan adanya perbedaaan latar belakang dan keyakinan dari masing-masing masyarakat.
Kiai Satori pun menyarankan para penceramah untuk menghindari pembahasan yang berpotensi menyinggung atau menyudutkan salah satu pihak.
“Ini permasalahannya adalah ada latar belakang dan keyakinan dari masing masing orang, karena itu penda’i lebih baik menghindari ceramah yang menyinggung masalah khilafiyah, sara, atau yang berkaitan dengan politik praktis, karena keyakinan masing-masing orang tentu berbeda dan ini berpotensi memancing keributan, maka ceramah seharusnya yang menenangkan saja, tanpa menyinggung pihak tertentu,” ujarnya kepada Republika, Selasa (4/1).
Jika ingin membahas lebih lanjut mengenai khilafiyah, radikalisme dan sejumlah isu sensitif lainnya, Guru Besar UIN Jakarta itu menyarankan untuk menggelar diskusi tertutup dengan tujuan untuk mencari solusi bersama. Menurutnya, jika topik sensitif ini disampaikan dalam forum terbuka seperti ceramah atau khutbah maka hanya akan menimbulkan polemik baru dan perpecahan.
“Kalau para ustadz atau dai ini memang ingin membahas lebih lanjut tentang khilafiyah, praktek politik praktis, radikalisme, itu boleh saja, tapi dilakukan dalam forum diskusi yang sifatnya tertutup. tujuannya untuk mencari solusi dan pencerahan, karena kalau disampaikan dalam ceramah yang sifatnya satu arah, ini bisa menimbulkan polemik baru bahkan perpecahan,” ujarnya.