IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Mengenai larangan-larangan I’tikaf, para ulama sepakat bahwa larangan di dalamnya adalah melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak termasuk dalam amalan I’tikaf.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menyampaikan, larangan tersebut mencakup larangan keluar dari masjid kecuali untuk keperluan darurat. Hal ini berdasarkan hadis Sayyidah Aisyah, ia berkata, “Kaana Rasulullah SAW idza’takafa yudni ila ra’sihi wa huwa fil-masjidi fa-urajjilahu wa kaana laa yadkhulu al-baita illa lihaajatil insani,”.
Yang artinya, “Ketika sedang beriktikaf, Rasulullah SAW menjulurkan kepalanya kepadaku. Sedangkan posisi beliau tetap berada di dalam masjid. Aku lalu menyisirinya. Dan beliau tidak masuk rumah kecuali untuk buang hajat,”.
Para ulama berbeda pendapat tentang seseorang yang keluar dari masjid tanpa ada alasan darurat, kapankan iktikafnya putus. Menurut Imam Syafii, yakni sejak begitu ia keluar dari masjid. Sebagian ulama memberi kemurahan, yakni satu jam berikutnya. Sebagian yang lain memberi kemurahan yakni satu hari berikutnya.
Para ulama berbeda pendapat bolehkah seorang memasuki rumah selain rumah masjidnya? Menurut sebagian ulama termasuk Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Abu Hanifah, hal itu diperbolehkan. Sedangkan menurut sebagian yang lain, tidak boleh karena mengakibatkan iktikafnya batal.
Kata Imam Malik, orang yang beriktikaf boleh melaksanakan kegiatan jual-beli dan akad nikah. Namun selain Imam Malik, mereka melarangnya. Perbedaan pendapat ini karena tidak adanya batasan yang diterangkan dalam nash, kecuali hanya ijtihad dan kerancuan antara yang disepakati dan yang tidak disepakati.