IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak bisa dibenarkan. Penegasan ini disampaikan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan, serta Moderasi Beragama, Isfah Abidal Aziz.
"Segala bentuk KDRT tidak bisa dibenarkan apalagi disembunyikan dengan dalih keluhuran istri. Sikap Kementerian Agama tegas dan tidak tawar menawar dalam persoalan ini," kata Isfah melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (5/2/2022).
Isfah menegaskan, relasi laki-laki dan perempuan harus dijalin dalam semangat keadilan dan saling memberi penghormatan.
Isfah mengaku prihatin, KDRT masih terjadi dan umumnya yang menjadi korban adalah pihak perempuan. Untuk mengatasi masalah KDRT, harus menggunakan pendekatan yang komprehensif meliputi berbagai aspek dan melibatkan semua pihak.
"Mengatasi masalah KDRT, tidak cukup hanya upaya kuratif, tetapi juga upaya preventif," ujarnya.
Isfah mengatakan, untuk itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, dari aspek hukum, saat ini sudah ada UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maka, harus dilakukan upaya serius untuk mensosialisasikannya ke seluruh lapisan masyarakat.
Ia menambahkan, selain itu harus ada penegakan hukum secara konsisten. Untuk itu diperlukan adanya sensitivitas bagi seluruh aparat penegak hukum. "Dalam upaya penegakan hukum ini, peran negara sangat penting," jelasnya.
Isfah mengatakan, yang kedua, aspek kesadaran kolektif masyarakat. Ini terkait dengan upaya penyadaran masyarakat pada kesetaraan dan keadilan relasi laki-laki dan perempuan. Kalangan masyarakat harus secara kolektif diikutsertakan, seperti tokoh agama dan cendekiawan, aktivis, tokoh politik dan tokoh masyarakat. Salah satu sarana yang sangat tepat dalam penyadaran masyarakat ini adalah melalui lembaga pendidikan.
"Ketiga, aspek sarana dan prasarana perlindungan korban. Ini dapat dilakukan dengan pembentukan pusat-pusat penanganan korban KDRT, tenaga medis, konselor, psikiater, rohaniwan dan sebagainya yang memiliki sensitivitas yang tinggi," kata Isfah.