IHRAM.CO.ID, ANKARA -- Kepresidenan Urusan Agama Turki atau Diyanet telah menyatakan mengunjungi Ka'bah di Metaverse tidak akan dianggap sebagai perjalanan haji.
Setelah melakukan diskusi selama sebulan, Diyanet menyimpulkan, meskipun kunjungan Ka'bah di Metaverse dapat dilakukan, hal ini tidak akan dihitung sebagai ibadah yang sebenarnya. "Haji di Metaverse ini tidak dapat terjadi," kata Direktur Departemen Layanan Haji dan Umrah Diyanet, Remzi Bircan, dikutip di TRT World, Ahad (6/2/2022).
Ia menyebut orang-orang beriman dapat mengunjungi Ka'bah di Metaverse. Tetapi, hal tersebut tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata, karena kaki orang harus menyentuh tanah.
Menurut Bircan, ibadah haji harus dan akan dilakukan dengan pergi ke Kota Suci dalam kehidupan nyata. Adapun Ka'bah versi Metaverse menjadi kontroversial di kalangan Muslim di seluruh dunia, setelah acara "Virtual Black Stone Initiative" Arab Saudi pada Desember 2021.
Negara itu membawa tempat paling suci Islam ke dalam Metaverse. Hal itu memungkinkan umat Islam melihat secara virtual batu yang dihormati secara agama yang disebut Hajr Aswad atau Batu Hitam di kota Makkah.
"Inisiatif ini memungkinkan umat Islam untuk melihat Hajr Aswad secara virtual, sebelum ziarah ke Makkah," kata pejabat Saudi dalam sebuah pernyataan saat mengumumkan inisiatif tersebut.
Lebih lanjut, Bircan lantas membandingkan inisiatif ini dengan tampilan virtual reality (VR) dari Museum Arkeologi di Istanbul.
"Seperti berkeliling museum dengan kacamata VR, orang Saudi memulai program perjalanan virtual ini untuk mempromosikan Ka'bah," ujar Bircan.
Inisiatif proyek Metaverse Ka'bah ini dibentuk oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi, bekerja sama dengan Universitas Umm al Qura.
Pendiri proyek ini adalah Haramain, yang dapat diterjemahkan sebagai Dua Tempat Suci, mengacu pada Makkah dan Madinah dan khususnya dua masjid suci di kota-kota tersebut.