IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Imam Ghazali dalam kitabnya Asrar Al-Hajj mengisahkan bahwa Kabah merintih sedih karena dikeliling oleh orang yang lalai saat tawaf. Kisah ini berdasarkan riwayat dari Wuhaib bin al-Warad al-Makki bahwa dia berkata, pada suatu malam, ia melaksanakan sholat di dekat Hajar Aswad. Ketika itu ia mendengar suara di antara Ka'bah dan tirai-tirainya berkata.
"Hanya kepada Allah aku mengadu, kemudian kepadamu, wahai Jibril, atas apa yang aku temukan dari orang-orang yang bertawaf mengelilingiku yang mana mereka sibuk memikirkan bahasan duniawi,' berbuat kebatilan dan banyak bersenda gurau. Jika mereka tidak menahan dari perbuatan semacam itu, niscaya aku akan bangun dan tiap butir batuku akan kembali ke bukit tempat dahulu aku dipecah."
Ibnu Mas'ud berkata, “Tidak ada satupun negeri, kecuali di Makkah, di mana seseorang disiksa hanya berdasarkan niat buruknya dan belum sempat melakukannya.” Kemudian dia membaca surah al-Hajj ayat 25.
“Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.”
Membicarakan urusan dunia dengan perasaan gembira dan kekeliruan mereka dalam percakapan sia-sia.
Diriwayatkan oleh al-Arzaqi dalam Tarikh Makkah dan dikeluarkan pula oleh Abu Bakar bin Sadi dalam Mas 'alah ath-Thaifin dengan redaksi yang berbunyi.
"Kepadamu, wahai Jibril, aku mengadu kepada Allah, kemudian kepadamu, atas apa yang dilakukan oleh mereka yang tawaf di sekitarku di mana mereka asyik berbicara dan melalaikan ibadahnya.
Wuhaib berkata, "Aku takwilkan Ka'bah mengadu kepada Jibril."
Abu Bakar al-Ajri mengeluarkan dalam kitab Mas'alah ath-Thaifin dan lbnu al-Jauzi dalam Mutsir al-'Azam dari Ali bin al-Muwaffaq memberitahukan dari dirinya atau orang lain bahwa dia tidur di Hajar Aswad lalu mendengar Ka'bah berkata,.
"Sungguh jika orang-orang yang tawaf di sekitarku tidak berhenti dari perbuatan-perbuatan tersebut, niscaya akau berteriak dengan sekali teriakan yang membuatku kembali ke tempat dahulu aku datang."
Dari sini, diketahui apa yang dituturkan pengarang kitab ini yang bersandar pada kitab al-Qut adalah perpaduan dari Kilab Wuhaib dan Ali bin al-Muwaffaq.
"Maksudnya, dia mendapatkan siksa meskipun sekadar berkehendak saja," katanya.