Kamis 24 Feb 2022 13:03 WIB

Penjelasan Kemenag Mengenai Pernyataan Menag Soal Suara Anjing dan Adzan

Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.

Rep: Fuji E Permana/Erik Purnama Putra/ Red: Ani Nursalikah
Muadzin mengumandangkan adzan di Masjid Al-Ikhlas Jatipadang, Jakarta, Rabu (23/2/2022). Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, sebagai upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial di lingkungan masyarakat Indonesia yang memiliki keberagaman dari sisi agama maupun keyakinan. Penjelasan Kemenag Mengenai Pernyataan Menag Soal Suara Anjing dan Adzan
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Muadzin mengumandangkan adzan di Masjid Al-Ikhlas Jatipadang, Jakarta, Rabu (23/2/2022). Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, sebagai upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial di lingkungan masyarakat Indonesia yang memiliki keberagaman dari sisi agama maupun keyakinan. Penjelasan Kemenag Mengenai Pernyataan Menag Soal Suara Anjing dan Adzan

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag) Thobib Al Asyhar mengatakan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara adzan dengan suara anjing. Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.

"Menag sama sekali tidak membandingkan suara adzan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara," kata Thobib dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (24/2/2022).

Baca Juga

Menurut Thobib, Menag saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apapun yang bisa membuat tidak nyaman.

"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat Muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.

Ia menegaskan, jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.

"Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat Muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga," ujar Thobib.

Ia mengatakan, Menag tidak melarang masjid dan mushala menggunakan pengeras suara saat adzan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement